Kamis, 26 Februari 2015

Peka atau Jomblo ( Bagian 2 - Selesai )



Lanjutan dari Cerita Bagian 1

Disisi lain, Rendi membuka ponselnya saat istirahat. Begitu terkejutnya melihat ponsel yang dipenuhi panggilan dan sms dari Oca.

“kamu dimana? Kenapa nggak ada di tempat biasa?”

“apa udah lupa sama aku?”

“apa harus aku selalu ngingetin kamu? Peka sedikit dong sama aku jangan terus peka sama tugas kamu.”

“udahlah kamu aja udah nggak mikirin aku lagi, nih buktinya nggak ada satu pun balesan buat aku, apa sesibuk itu kamu?”

Itulah beberapa sms dari Oca yang telah meluapkan emosinya lewat sms karena lewat telepon tidak bisa. Bingung memang dirasakan Rendi namun dia tak kehilangan akal untuk berpikir. Sesegera mungkin dia menemui sahabatnya bernama Tomi.

“tom, kamu nggak ada kuliah lagi kan?” tanya Rendi tergesa-gesa.

“nggak ada sih, kenapa emang kamu kok gugup banget?” tanya Tomi balik melihat sahabatnya tergesa-gesa.

“kamu mau nggak bantuin aku?”

“tenang sob, emang mau minta bantuan apa?”

“sekarang kamu pergi beli ice cream rasa strawberry terus langsung kasih ke pacar aku di taman kampus, aku yakin dia masih disana.”

“kenapa nggak kamu aja?”

“aku belum selesai nih, masih ada tugas makanya minta bantuan kamu.”

“gimana yah? Nanti gimana sama pacar aku?”

“udah itu urusan aku nanti.”

“beneran lho ya tapi semoga aja sih nggak lihat.”

“ya udah sana cepet sebelum terlambat, pokoknya kamu harus ngehibur dia.”

“kamu kenapa sih sama dia?”

“udahlah nanti aja aku ceritain.”

“sip, ya udah aku cabut dulu.”

Tomi adalah cowok yang tinggi, ganteng, pinter dan mempunyai pacar juga. Tomi sudah bersahabat dengan Rendi sewaktu SMA, dia tahu betul bagaimana sifat Rendi.

Tomi segera melakukan apa yang telah disuruhnya untuk Oca. Memang benar kalau Oca masih bertahan di taman tersebut. Oca sangat terkejut akan kehadiran Tomi yang tiba-tiba berada di sampingnya dan memberika sebuah ice cream dengan rasa strawberry yang tak lain itu adalah ice cream kesukaannya.

“eh kamu kok bisa disini sih? Ngasih ice cream segala lagi, emang pacar kamu nggak marah?” heran Oca sambil memakan ice cream yang dikasih Tomi.

“udah tenang aja,” jawab Tomi singkat.

“sebenarnya ini semua tuh karena Rendi,” lanjut Tomi.

“udahlah nggak usah bohong lagian aku juga udah males ngomongin dia.”

Karena Tomi ingat dengan kata Rendi untuk menghibur Oca maka dia hentikan pembicaraan yang membuatnya males termasuk mengucapkan kata Rendi. Akhirnya dia berusaha dengan tebak-tebakan kata hingga pada akhirnya senyum lebar pun terpancar.

Dan pada saat itu Rendi masih berusaha menyusul Oca di taman, bersamaan saat dia tiba melihat Oca tersenyum lebar, tertawa lepas hingga membuatnya menghentikan langkah untuk bisa terus melihatnya senang walaupun bukan bersamanya.

“aku bahagia melihatmu bahagia, egois jika aku memaksakan kehendak ku untuk bertemu kamu yang akan mengubah raut muka mu yang bahagia menjadi kesedihan, aku nggak pernah ingin melihat itu terjadi,” lirih Rendi.

Mungkin menurut Rendi cukup melihat Oca bahagia dari jauh itu sudah membuatnya lebih tenang. Walaupun tak hilang rasa bersalahnya, namun dia masih bertahan melihat semua yang terjadi disana.

Tak di sangka mata Tomi tertuju pada Rendi, Tomi melihat Rendi yang tersenyum melihat kejadian tersebut. Dia berusaha untuk mengisyaratkan agar Rendi segera bergabung namun Rendi menolak dan cukup melihat dari kejauhan.

Hingga semua itupun selesai dan Oca meninggalkan taman kampus tersebut. Rendi masih berdiri melihat Oca sampai tak terlihat lagi oleh pandangannya. Tomi segera menemui Rendi dan bingung akan tingkahnya saat itu.

“thanks ya,” ucap Rendi sambil bersalaman tanda terima kasih.

“ya sama-sama, kenapa sih kalian kok kayak gini? Terus tadi juga kenapa kamu nggak gabung aja?” beribu tanya Tomi akan kebingungannya terhadap hubungan Rendi dan Oca.

Di taman itulah Rendi akhirnya menceritakan semua yang terjadi antara dia dan dirinya kepada Tomi. Cukup lama juga buat mereka menceritakan dan mendengarkan.

“mau aku bantuin lagi?” tawar Tomi melihat keadaan temannya.

“udahlah nggak perlu, biar nanti aku yang selesaiin,” tolak Rendi.

“yakin? Aku akan usahain kok.”

“iya nggak usah, mending kamu pikirin aja pacar kamu biar nggak kaya aku nanti yang nggak pernah peka sama pasangannya sendiri.”

“nih ya aku kasih tahu menjalin hubungan itu karena ada pengertian bukan keegoisan, mungkin dia belum memahami kamu jadi selalu kayak gitu sama kamu.”

Tiba malam hari Rendi masih mencoba untuk terus meminta maaf terhadap Oca. Berbagai cara telah dilakukan, mulai dari telepon,sms, dan datang ke rumahnya pun dia lakukan namun apa daya Oca masih diam dan tak ingin bertemu dengannya.

“maaf jika aku selalu melakukan kesalahan buat kamu.”

“maaf aku yang tak bisa menjadi seperti yang kamu inginkan.”

“maaf aku yang nggak pernah peka sama kamu.”

“beribu maaf ingin ku ucapkan tapi buat apa semua itu ku lakukan jika masih tersimpan rasa amarah di darahmu? Tapi kalau itu mampu membuat kamu reda akan amarahmu akan aku lakukan demi kamu.”

Itulah beberapa ungkapan maaf dari Rendi namun masih terabaikan oleh Oca. Rasanya tak ingin tidur menunggu balasannya namun mata Rendi tak kuat lagi menanti balasan tersebut hingga ia terlelap tidur namun terus memegangi ponselnya.

Hingga mentari pun menyambut masalah mereka tak kunjung reda, kali ini Rendi akan lebih berusaha dengan sesegera mungkin dia menemui Oca. Di seberang sana sudah terlihat Oca sedang berjalan membawa bukunya, tanpa pikir panjang Rendi lari mengejarnya.

Akhirnya Rendi telah berada di belakangnya, namun masih tak terhiraukan oleh Oca.

“Ca maafin aku dong, maaf selalu membuatmu marah, aku nggak pernah bermaksud seperti itu.” Ucap Rendi mengikuti langkah Oca.

“jawab dong Ca, jangan diam terus kayak gini, aku ngaku salah kemarin tapi kan aku juga udah minta maaf sama kamu masa kamu nggak mau sih maafin aku?”

“kalau kamu mau marahin aku silahkan asalkan jangan diam kayak gini terus sama aku.”

Semua omongan Rendi tak mempan untuk Oca hingga dengan sengaja Rendi menarik tangan Oca dari belakang dan membuat Oca menghadap Rendi.

“lepasin aku Ren, aku lagi buru-buru,” berontak Oca.

“nggak Ca, sebelum kamu mau nyelesaiin masalah ini sama aku,” tegas Rendi menatap Oca.

“apa yang mau diselesaiin? Udah selesai kan?” ucap Oca santai.

“maksud kamu?” tanya Rendi bingung.

“aku rasa lebih baik kita sendiri-sendiri aja dulu Ren, aku nggak mau terus-terusan kayak gini sama kamu,” jawab Oca.

“kenapa Ca? kenapa kamu bisa mutusin secepat ini?”

“karena kamu nggak pernah peka sama aku Ren, aku capek kalau aku harus ngomong sama kamu terus tanpa kamu sadari.”

“cuma itu alasan kamu?” tanya Rendi tegas seakan emosinya mulai meluap.

“iya cuma itu alasan aku,” jawab Oca enteng.

“tapi kan kita bisa omongin baik-baik Ca? kenapa kamu ngambil keputusan yang kegabah sih? Aku yakin ini cuma emosi kamu aja,” ucap Rendi masih bisa bersikap tenang.

“nggak Ren, kamu kira peka itu masalah enteng? Nggak buat aku Ren, karena aku itu butuh kepekaan kamu buat aku bahagia.”

“kamu terlalu egois tahu nggak Ca, kamu kira peka itu mudah dilakuin? Nggak Ca, selama ini aku berusaha untuk bisa bahagiain kamu tapi karena itu kamu dengan mudah mengucapkan kata putus, apa sih yang kamu tahu dari kata peka itu?”

“iya emang aku egois, peka itu kamu tahu aku butuh ini, butuh itu tanpa aku harus ngasih kamu dulu.”

“itu bukan butuh Ca tapi keinginan, keinginan yang selalu ingin kamu dapatkan, aku bukan peramal Ca yang bisa baca pikiran dan hati kamu, aku hanya manusia biasa tapi aku ingin terus berusaha membahagiakan kamu. Kamu kira peka itu mudah? Apa kamu udah peka sama aku? Aku tanya sama kamu Ca, selama ini apa kamu udah peka sama pasanganmu?” tegas Rendi mengungkapkan isi hatinya selama ini membuat Oca terbungkam mendengar pertanyaan itu.

“peka peka peka jika memang itu keinginan kamu, aku belum bisa untuk baca pikiran kamu Ca hingga aku tak mampu untuk memenuhinya, mungkin emang lebih baik kita udahan sampai disini. Aku minta maaf sama kamu selama ini belum bisa peka sama kamu, aku minta maaf atas kesalahan yang aku buat selama kita pacaran. Makasih udah jadi pacar pertama aku, makasih udah bisa buatku bahagia selama ini, semoga kamu bisa mendapatkan yang lebih baik dari aku. Tapi aku harap jangan kamu jadikan peka sebagai alasan kamu, karena peka nggak mudah untuk dilakuin.” Jelas Rendi menyelesaikan pertikaian dengan perpisahan.

Sementara Oca masih diam terpaku melihat Rendi yang mulai hilang dari penglihatannya. Terngiang penjelasan Rendi tentang peka, begitu egoisnya mudah mengatakan putus dan menyalahkannya.

Disisi lain Tomi melihat pertikaian tersebut, dia terkejut mendengar Rendi dan Oca putus padahal dia tahu kalau mereka masih saling mencintai. Kemudian dia langsung mendatangi Oca setelah Rendi meninggalkannya.

“puas kamu Ca?” tanya Tomi yang geram dengan keegoisan Oca.

Lagi-lagi Oca tak kuasa menjawab pertanyaan tersebut, sesekali air matanya juga tak kuat tertahan melihat semua itu terjadi.

“jujur Ca aku kecewa sama kamu, keegoisanmu menjadi bomerang dalam hidupmu, jangan pernah kamu menganggap kamu nggak pernah salah, kamu nggak pernah di mengerti pasanganmu, kamu nggak pernah nyakitin pasanganmu, pasanganmu nggak pernah peka, pasanganmu yang selalu kamu salahkan. Apakah semuanya harus diungkapkan? karna sebenernya pasanganmu selalu membuat beribu cara agar kamu bahagia dengannya, pasanganmu menghindarkan egonya demi kamu dan hubungan kalian akan selalu berwarna karna kalian sendiri, kalian yg bisa membuat itu semua menjadi baik dan nyaman. Tapi semuanya lenyap seketika karena kamu hanya ingin dimengerti tanpa mau mengerti. Harusnya omongin dulu baik-baik dan cari solusinya bukannya langsung ambil keputusan kayak gini.” Amarah Tomi membuat Oca semakin berpikir.

“kamu tahu waktu aku dateng ngehibur kamu Ca? itu semata-mata karena Rendi yang nyuruh Ca, ya memang dia sibuk dengan kuliahnya namun dia selalu berusaha nggak ngecewain kamu, dia selalu berusaha buat ngebahagiain kamu Ca, dan yang harus kamu tahu dia dateng Ca, tapi dia hanya melihatmu dari jauh karena itu demi kamu Ca, demi kebahagiaan kamu. Dia melihat kebahagiaan kamu itu terpancar dan dia nggak mau karena kedatangan dia malah buat kamu sedih. Tapi dia masih bertahan untuk terus berdiri melihatmu tersenyum lebar dan tertawa lepas sampai akhirnya kamu pergi. Dia lakuin itu karena dia cinta Ca sama kamu, walaupun kamu selalu anggep dia nggak peka tapi dia selalu melakukan beribu cara buat kamu bahagia tanpa kamu mengerti tapi sekarang kamu justru putusin dia. Tega kamu Ca, aku berteman sama Rendi udah lama, walaupun dia belum mengerti cinta karena dia memang baru mengenal cinta tapi dia akan berusaha mengerti apa itu cinta lewat pengertiannya Ca. Maaf Ca aku kayak gini sama kamu,” lanjut Tomi menjelaskan apa yang seharusnya Oca mengerti.

Tanpa di jawab, Tomi pergi meninggalkannya, penjelasannya membuat Oca semakin berpikir. Kejadian tersebut membuat Oca harus lebih belajar untuk mengerti bukan menyalahkan.

Memandang bintang, menyesali perbuatannya tadi pagi di kampus. Sungguh membuatnya merasa bersalah dan berpikir. Sesekali Oca terbayang saat-saat bersama Rendi.

Oca membayangkan ketika dia sedang bosan pasti Rendi selalu membuatnya berwarna lagi, saat dia sedang sedih senyuman Rendi mampu membuatnya tenang, jika dia kesal Rendi selalu sabar menghadapinya dan menasehatinya untuk terus berpikir positif. Dan ada moment terindahnya.

Flash back.
Saat Oca sedang ulangtahun, hanya Rendi orang yang membuatnya sangat terkejut dimana dia marah karena ketidakhadiran Rendi saat acara ualang tahunnya namun diacara pertengahan, terlihat balon-balon berterbangan ke langit begitu banyak dengan warna biru dimana warna itu adalah warna kesukaannya. Kagum dengan apa yang di lihat di tambah lagi mulai terlihat tulisan yang terbentang oleh balon itu yaitu “I LOVE YOU OCA”. Tangisan haru mulai keluar dari kelopak matanya melihat kejutan tersebut dan datangnya Rendi membawa kue ulang tahun itu sangat indah dalam hidupnya.

“happy birthday Oca

happy birthday Oca

happy birthday

happy birtday

happy birthday Oca.” Suara merdu Rendi terdengar menyanyikan lagu ulang tahun untuk pacarnya. Tak terbendung lagi kebahagiaan Oca saat itu. Dia tak mampu untuk mengatakan banyak kalimat namun senyumannya cukup menandakan kebahagiaannya.

“selamat ulang tahun ya Ca, maaf udah bikin kamu marah, ini sedikit kado ulang tahun buat kamu semoga suka ya, oh iya semoga selalu tambah-tambah yang positif ke depannya, selalu langgeng sama aku pastinya,amin.” Ucapan Rendi masih memegang rotinya.

“makasih banget ya Ren, aku nggak nyangka akan seindah ini ulang tahunku.” Kagum Oca.

“sama-sama.”

Come back.
“aku terlalu egois sama kamu Ren, aku bener-bener nggak pernah ngertiin kamu, aku sadar kalau kamu selalu buat aku bahagia. Maafin aku yang selama ini hanya mengharapkan kata peka itu dari mu, padahal kata itu tak pantas untuk aku lontarkan. Kamu sangat mengerti aku, tapi aku belum mampu mengerti kamu selama ini.” Isak Oca yang meratapi kesalahannya.

Penyesalan bertubi-tubi datang, itu menjadikan sebuah pembelajaran buat Oca dan juga kita. Kalau memang kita sudah mencintai orang janganlah kita terus mengikuti ego kita apalagi selalu menyalahkan pasangan kita karena keinginan kita. Peka nggak mudah dilakukan namun sangat mudah di ungkapkan, berikanlah kesempatan untuk pasangan bisa mengerti kita dengan caranya. Kita yang tak pernah tahu bagaimana cara dia terus membahagiakan kita padahal kita belum tentu bisa membahagiakannya.

Malam yang menyisakan pilu dan cerahnya langit pagi tak secerah hati Oca begitupun Rendi. Mereka kini telah berjalan masing-masing, namun kesadaran Oca justru muncul setelah perpisahan itu terjadi. Dia berusaha menemui Rendi setelah kuliah selesai di tempat biasa walaupun dengan cara yang memaksa yaitu langsung menarik tangannya setelah keluar dari kelasnya.

Kini mereka tiba di tempat tersebut, Oca dengan cepat melepas tangannya. Sebenarnya Rendi ingin sekali pergi karena dia tak ingin menimbulkan masalah kembali setelah mereka putuskan untuk mengakhiri hubungan mereka.

“Ren, aku cuma minta waktu kamu sedikit aja, tolong jangan pergi lagi dari sini,” pinta Oca karena sudah berulangkali mencegah Rendi untuk bertahan.

“emang ada apa lagi? Kenapa aku harus bertahan disini?” tanya Rendi mulai mengikuti permintaan Oca.

“aku mau minta maaf sama kamu Ren, emang nggak pantes lagi aku ngomong kayak gini setelah apa yang udah aku lakuin,” mulai Oca.

“udahlah nggak usah dibahas lagi toh semuanya udah selesai lagian aku udah maafin kamu kok, aku juga sadar ini semua bukan sepenuhnya salah kamu tapi karena ketidakpekaan aku.”

“nggak Ren, aku salah. Kamu udah terlalu peka buat bahagiain aku, tapi aku selalu nganggep kalau kamu nggak peka.”

“aku belajar dari omongan kamu Ren, peka itu emang nggak mudah dilakuin karena emang manusia nggak bisa baca pikiran orang lain apalagi sampai harus mengerti apa yang sedang diinginkannya, peka juga nggak selalu harus ditunjukin karena kamu pun udah selalu peka walaupun itu tak terlihat tapi kamu udah selalu berusaha buat aku bahagia tapi sayangnya aku hanya mengerti apa yang dilihat bukan apa yang dirasakan.” Lanjut Oca.

“mungkin ini emang udah jalan kita.” Ucap Rendi.

“apa kamu nggak mau buat kembali lagi sama aku?” tanya Oca yang masih berharap Rendi untuk kembali.

“aku emang masih cinta sama kamu tapi mungkin kita butuh waktu untuk bisa berpikir lebih dewasa lagi ke depannya, mungkin cinta kita bukan untuk saat ini dan entah untuk kapan bahkan mungkin nggak akan ada lagi.” Jawab Rendi walaupun masih berharap kembali namun menurutnya belum saatnya untuk kembali menjadi sepasang kekasih.

“aku yakin kalau kita emang diijinkan untuk bersatu pasti akan kembali tapi kalau emang aku bukan yang terbaik untuk kamu, aku akan lebih bahagia jika kamu mendapat seseorang yang lebih baik dariku yang mampu mengerti kamu dengan baik tanpa terus mengedepankan egonya.” Kata Oca yang mulai berpikir dewasa.

“aku juga akan bahagia melihatmu bahagia walaupun bukan bersamaku, suatu saat mungkin kamu akan dapet yang lebih mengerti kamu.” Ujar Rendi.

Rendi meninggalkan Oca sendiri di taman, kini mereka harus belajar lagi arti cinta yang sesungguhnya. Berakhirnya sebuah hubungan bukan berarti berakhir hidup mereka. Mereka memang masih saling mencintai tapi mereka menerima keputusan masing-masing, kini keegoisan mereka mulai bisa terurungkan demi kebahagiaan masing-masing. Mereka masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan kuliah, mengejar mimpinya dan membahagiakan orangtuanya dengan kesuksesannya kelak.

Lagi-lagi kita harus belajar, belajar untuk bisa mengerti sebuah hubungan. Hubungan nggak akan berjalan dengan baik jika ada salah satu dari mereka yang terlalu egois. Kita pun tak boleh meremehkan kata peka tersebut, terkadang seseorang capek dengan kata peka karena pasangannya selalu menuntutnya untuk bisa peka. Padahal peka bukan berarti harus mengerti apa yang diinginkan tanpa harus mereka bilang. Dia bukanlah seorang peramal yang bisa mengerti isi pikiran dan hati kita. jadi jalanilah hubungan kalian dengan baik dan bisa berpikir positif serta belajar untuk dewasa. Percayalah bahwa pasangan kalian akan selalu berusaha membahagiakan kalian tanpa kalian ketahui kerja keras mereka.

The End.

Pengarang Cerita : Tri Wahyuni
Tanggal Pembuatan : 21 Desember 2014