Jumat, 20 Maret 2015

Puisi Untuk yang Terindah


Saat Kau Ada
Aku tersenyum
Aku bahagia saat bertemu denganmu

Kamu yang terindah buatku
Ga ada yang bisa seindah kamu
Aku ingin bersamamu slalu
Karna kamu yang aku cinta


Untuk yang tercinta

Senin, 16 Maret 2015

Di Dekat Hati


Dering telpku membuatku tersenyum di pagi hari
Kau bercerita semalam kita bertemu dalam mimpi
Entah mengapa aku merasakan hadirmu di sini
Tawa candamu menghibur saatku sendiri

Aku di sini dan kau di sana
Hanya berjumpa via suara
Namun ku s'lalu menunggu saat kita akan berjumpa

Meski kau kini jauh di sana
Kita memandang langit yang sama
Jauh di mata namun dekat di hati

Anugerah Terindah


Saat aku melihat tawamu dan mendengar senandungmu
Terlihat jelas di mataku warna-warna indahmu

aku menatap langkahmu dan meratapi kisah hidupmu
Terlihat jelas bahwa hatimu adalah anugerah terindah yang pernah aku miliki

Sifatmu yang selalu redakan ambisiku dan dapat tepikan khilafku dari bunga yang layu
Saat kau di sisiku kembali duniaku ceria
Tegaskan bahwa kamu itu adalah anugerah terindah yang pernah aku miliki

Belai lembut jarimu dan sejuk tatap wajahmu
Karena hangat peluk janjimu
Kamu adalah anugerah terindah yang pernah kumiliki

Minggu, 15 Maret 2015

Saat Aku Jatuh Cinta


Apakah Ini Namanya yang Cinta
Begitu membingungkan untukku
Apakah aku ini Sedang Jatuh Cinta
Kutanyakan Mengapa Hatiku Resah
Hatiku gundah dan semuanya jadi serba salah


Aku mau makan selalu ingat kamu
Aku mau tidur juga selalu kuingat kamu
Aku mau pergi pun juga akuingat Kamu
Cinta Mengapa Semua Serba dirimu

Aku sedang bingung selalu kuingat kamu
Aku sedang sedih juga selalu ingat kamu
Aku sedang bosan pun juga kuingat kamu
Cinta Inikah Bila Ku Jatuh Cinta ...

Semua tertawa melihat tingkahku
jadi tak menentu
Ini Salah Begitu juga Salah

Kucoba untuk cari cara
Karena aku akan hilangkan semua bosan
Tapi kenapa wajahmu itu slalu Datang mengganggu

Ga Akan Ada

aku tak akan jera untuk memintamu tetap di sini
meski sekarang kamu pun telah pergi
Dan meminta aku untuk melupakanmu
tapi ku tak mampu

aku mohon kepadamu
kembalilah padaku
karna ga akan pernah ada
yang mampu menggantikanmu

karena dia bukanlah orang yang aku pilih buat ngelupain kamu sekali lagi

Karana tak seindah bersamamu
Dan tak sehangat pelukanmu
yang ga akan pernah bisa
untuk mengganti dirimu

Melebihi dari Bintang


..... Saat aku pejamkan mata ini dan saat ku rindu akan hadirmu
Maka tak satu detik pun bayang mu menghilang
Begitu hebatnya rasa yang Tuhan sedang titipkan padaku
Untukku.. Padamu..hanya padamu

Karena kamu lebih dari sekedar bintang-bintang di langit
bahkan kamu lebih dari sekedar sang rembulan
Bagiku kamulah ratu penguasa di hatiku
akan aku pastikan selalu ada untukmu

Saat begitu banyak bintang berpijar menemaniku
Namun tak satupun terangi hatiku seperti hatimu ....

Sabtu, 14 Maret 2015

Senyum Kamu



Indahnya matamu
Dan gerai rambutmu
Menunjukkan itulah keindahan yang sempurna

Yang memberikanku bentuk senyuman
Sebentuk usapanmu kepada hatiku

Sinar wajahmu
Dan lembut katamu
Sepertinya mampu untuk mengubah dunia

Yang terasa begitu hampa
Semuanya akan sirna tanpa adanya cinta

Aku temukan Arti dari kerinduan
Dan aku mengerti
Apa yang kucari

Bukanlah cantikmu yang aku cari
Bukanlah itu yang selama ini aku nanti
Tetapi ketulusan hatimu yang abadi

Aku tahu bahwa mawar tak seindah dirimu
Awan tak seteduh tatapanmu
Tetapi kamu tahu yang aku tunggu hanyalah senyuman kamu

Cinta Sebenarnya


Ketika satu detik lalu
Dua hati telah terbang tinggi
Untuk Melihat indahnya dunia
Yang membuat hati terbawa

Dan bawalah aku kesana
Ke dalam Dunia fatamorgana
Yang termanja-manja oleh rasa
Dan aku terbawa terbang tinggi oleh suasana itu

Di sudut mata
Jantung hati mulai terjaga
Yang berbisik di telinga
Bertanya "Coba ingat semua"
Dan bangunkanlah aku dari mimpi-mimpiku
Sesak aku disudut maya Dan tersingkir dari dunia nyata
Bangunkanlah aku dari mimpi indahku
Terengah-engah aku berlari
Dari rasa yang seharusnya aku batasi

Dan kamu menawarkan rasa cinta dalam hati ini
Aku tak tahu harus bagaimana
Untuk meraba ini mimpi atau nyata
Dan membedakan rasa dan suasana
Dalam rangkaian sayang atau cinta yang sebenarnya
Bangunkanlah aku dari buta mataku
Dan jangan pernah lepaskan aku
Untuk tenggelam di dalam mimpiku yang gelap ini

Surat Untuk yang Tercinta


untuk yang tercinta bagai cahaya

........ engga ada kata yang bisa aku sampaikan
Selain maaf dan terima kasih
sudah memberikan arti di hidupku yang sempit ini ..

.... aku harus pergi .... 
bukan meninggalkanmu,
tapi hanya terlepas darimu

jika kamu yakin akanku,
maka cara inilah yang terbaik
untuk di jalankan ..

Saat Hati Memiliki Permintaan


Terbuai aku yang hilang
Aku terjatuh dalam keindahan penantian
Saat Terucap keraguan hati yang bimbang darimu
Yang tehalang oleh kepastian cinta

Tersabut oleh kabut malam
Membiasnya harapan yang tersimpan sejuta bertuan
tak terasa kerinduan hati yang bimbang
Yang terhempas oleh kepastian cinta

kamu yang aku cintai, dengarkanlah permintaan hati ini
Yang selalu teraniaya sunyi
tolong berikanlah arti
Pada hidupku yang terhempas
Dan terlepas bersama pelukanmu
Bersamamu dan tanpamu aku akan menghilang

Mencari Seseorang yang Dicintai


Saat kubuka mata dan kulihat dunia,
pada saat telah kuterima anugerah cintaNya
aku tidak pernah menyesali yang kupunya, Tapi kusadari ada lubang dalam hati ini
aku cari sesuatu yang mampu mengisi lubang di hati ini
aku menanti jawaban apa yang dikatakan oleh hati



Apakah itu kamu atau itu dia?
Selama ini aku mencarinya tanpa henti.
Apakah itu cinta atau itu cita
Yang mampu melengkapi lubang didalam hati ini

aku mengira hanya dialah obatnya, tapi kusadari bukan itu yang aku cari
aku teruskan perjalanan panjang yang begitu melelahkan untuk mencarinya
Dan aku yakin kau tak ingin aku berhenti disini untuk mencarimu, wahai cinta.

kesedihan


Dalam suka, aku percaya kau kan bisa menemani dengan cinta karena aku yakin kamu yang terbaik untukku
Tapi dalam duka aku bertanya bagaimana dalam hatimu bicara?, karena Cerita yang kita punya takkan ada jika tak percaya.
Di saat hampa hariku dan saat hampa hatimu, aku akan ada, aku di sana menemanimu selalu
Sampai di saat hilang jalanmu dan saat hilang nafasmu, aku juga akan ada, aku di sana menemanimu selalu.
Terkadang dalam cinta ku bertanya, sampai mana rasa ini kan dicinta?
Dalam duka, aku selalu ingat tentang dirimu

Rabu, 11 Maret 2015

gambar galau 2






gambar galau







galau





Antara sahabat atau pacar

Pasti kalian pernah yang namanya terjebak dalam situasi antara memilih teman atau sahabat, mmm. Pastilah sulit untuk memilihnya, kalo milih sahabat pasti kamu bakal di tinggal oleh pacar kamu. Dan kalau memilih pacar, mungkin sahabat kamu jauhin kamu, terus gimana solusinya,
Solusinya gampang, kamu tinggal bicara baik-baik dengan pacar dan sahabat kamu bahwa kamu tetap ingin berteman dan ingin menjalani hubungan dengan pacar kamu, so kamu ga usah bingung bingung lagi oke

Thanks udah baca artikelnya, semoga bermanfaat, see you next time ;-)

Tentang Jomblo


apa sih arti jomblo?kata yang sering banget di dengar dan sedang trend-trend nya saat ini,gimana tidak,banyak orang yang mencari tahu arti tentang omblo itu apa.
Jika ditanya tentang Pengertian jomblo, kita tidak dapat menemukannya dikamus,  JOMBLO adalah sebutan bagi orang yang tidak mempunyai ikatan hubungan dengan lawan jenis. Jomblo berasal dari kata Yunani, Jomeos artinya gak punya dan Blosus artinya pacar, Jomblo artinya gak punya pacar. keadaan seonggok manusia yang sedang tidak mempunyai pasangan.Namun, masih ada beberapa orang yang bingung terhadap pengertian jomblo itu sendiri. Mungkin karena mereka kurang gaul atau gimana.. hehe

Cinta Sejati dan nafsu

Cinta dan nafsu seperti koin dengan dua sisi, dimana ada cinta pasti ada nafsu. Mungkin sebagian dari kalian masih ada yang belum paham, mengenai perbedaan antara cinta dan nafsu.
Kalau cinta sesaat, Anda hanya memikirkan kesenangan.
Nafsu adalah keinginan untuk memilikinya sendirian, egois, pokoknya bener-bener tidak mau tau cewe itu miliknya mau dalam hal fisik apapun,
Cinta adalah sebuah perasaan yang diberikan oleh Tuhan pada sepasang manusia untuk saling saling mencintai, saling memiliki, saling memenuhi,sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan. Cinta adanya di dalam lubuk hati, ketika dapat menahan keinginan dan harapan yang lebih.Cinta sejati secara umum memiliki makna yang tidak dapat tergantikan oleh siapapun.

Kata Cinta


Kata kata cinta sampai saat ini masih banyak dicari dan digunakan oleh kawula muda untuk diucapkan kepada pasangan atau pacar, Untuk membuat kata kata cinta yang romantis memang tidak mudah, karena tidak semua orang bisa.Buat sahabat yang saat ini sedang dilanda cinta, Sebenarnya Cinta mungkin adalah kata yang paling sering di dengar di kehidupan sehari-hari.Sejatinya cinta itu adalah sebuah perasaan yang telah diberikan Tuhan kepada sepasang manusia agar saling menyayangi. Bagi yang sedang dilanda asmara, kata-kata cinta memang sangat indah saat didengar.kata cinta yang mengandung rasa kasih dan sayang memang baik untuk diungkapkan kepada orang orang yang kamu
cintai.

Selasa, 10 Maret 2015

Mengenal Dengan Sederhana (bagian 3)

Lanjutan Bagian 2
Sebuah tepuk tangan keluar dari tangan Laras di ikuti olehku dan Vendi, kali ini Kak Fino lega mengucapkan kata yang belum pernah dikatakan terhadap siapapun yang aku tahu
“Kak itu beneran Kak Fino?” tanyaku heran.
“terus menurutmu?” tanyanya balik.
“aku nggak nyangka Kak, Kakak seromantis ini,” ucapku.
“hebat Kak, bisa kayak gitu ngeluarin semua yanga da di hati Kakak,” ujar Vendi.
“kamu kenapa Ras, masih terharu sama Kak Fino?” tanyaku yang melihat Laras hanya diam menatap Kak Fino.
“emm iya, selamat untuk orangnya tuh,” jawabnya.
“lho itu kan Laras berarti kamu kan?” tanya Vendi.
“kan yang namanya Lara situ banyak kali,” jawabnya.
“terus ngapain kamu terharu gitu?” tanyaku.
“nggak apa-apa, itu kata-katanya sangat menyentuh,” jawabnya.
“itu buat Dewi Larasati,” ucap Kak Fino meyakinkan Laras.
Mata Laras terbelalak kaget, mungkin awalnya dia merasakan kaget namun dia masih ragu karena yang namanya Laras bukan hanya dia. Dan kepastian Kak Fino membuatnya semakin percaya akan hal tadi. Aku hanya menatapnya dengan bahagia.
“buat aku Kak?” tanya Laras terhadap Kak Fino yang menatapnya tepat di samping Laras.
“iya,” jawabnya singkat.
“tuh kan Ras, itu emang buat kamu kali,” timpalku.
“jawab tuh Ras, Kak Fino udah ngutarain perasaannya kali,” ucap Vendi.
“tapi kan kita emang sahabatan,” kata Laras.
“emang nggak ada perasaan tuh sama Kak Fino?” tanya Vendi penasaran.
“jarang lho Ras, Kak Fino kayak gini, ini yang pertama kalinya soalnya dia belum pernah punya pacar tahu,” jelasku.
“nggak usah buka kartu juga kali De,” timpal Kak Fino.
“makasih Kak udah mau ngutarain semua ini dengan sangat indah, aku salut sama Kakak,” ucap Laras.
“sama-sama,” kata Kak Fino.
“emang Kakak nggak pengin tahu perasaan Laras ke Kakak?” tanyaku kepada Kak Fino yang biasa-biasa saja telah mengucapkan semua itu.
“pengin sih,” jawabnya singkat.
“ayolah Ras, jawab tuh Kak Fino,” desak Vendi.
“ok, aku juga nyaman kok sama Kak Fino,” ucap Laras menjawab pertanyaan kita semua.
“ayo Kak tembak aja sekarang kalau emang suka,” usul ku berbisik ke Kak Fino.
“apaan sih kamu De,” timpal Kak Fino.
Permainan di lanjutkan tanpa mendengar saran aku, Kak Fino masih ingin mendengar langsung perasaan Laras mungkin TOD ini mampu membuatnya mengerti. Dan kedua kalinya pemutaran jarum itu mengarah ke Laras. Tepat sekali kali ini, aku dan Vendi memberi kesempatan untuk Kak Fino apapun yang akan Laras pilih nanti.
“TOD?” tanya Kak Fino lembut.
“aku takut kalau tantangan, jadi kejujuran aja deh tapi jangan macem-macem yak nanyanya,” jawab Laras.
“setelah kamu denger semua apa yang aku rasakan, aku pengin tahu gimana perasaanmu? Dan jika sama apa kamu mau jadi pacar aku?” tanya Kak Fino membuat Laras bingung dan tak bisa berkutik.
“haha, jebakan betmen tuh namanya Ras,” ledekku.
“terima nggak tuh,” lanjut Vendi.
“apa harus aku jawab?” tanya Laras.
“apa kamu keberatan dengan semua ini?” tanya Kak Fino mulai lemas.
“kalau keberatan yak udah nggak usah di paksakan, di ganti aja,” lanjutnya.
“lho kok gitu?” tanya Vendi.
“nggak bisa dong, namanya juga permainan,” ucapku protes.
“tapi kan perasaan seseorang nggak mungki di paksa,” jelas Kak Fino.
“nggak usah pada ribut gitu deh, aku suka Kak Fino dan aku mau jadi pacarnya,” kata Laras tegas.
Di ikuti kebahagiaan Kak Fino yang masih terlihat kaget dengan ucapan Laras, masih terdiam melihat Laras di sampingnya. Aku dan Vendi hanya tersenyum melihat kebahagiaan itu datang di maat kita. Tapi menurutku itu masih belum sah.
“ini belum sah,” timpal ku mengagetkan semuanya.
“kok gitu sih Ya, emang kamu nggak ngerestuin mereka?” tanya Vendi kaget.
“bukan begitu, harusnya Kak Fino tembak Laras langsung bukan di dalam permainan ini,” jelasku.
“kamu ini bikin Kakak jantungan aja,” ujar Kak Fino.
“oalah Tya , kamu ini ada-ada aja deh,” lanjut Vendi.
“ok, ok,” sanggup Kak Fino.
Berdirilah Kak Fino dan menjemput Laras dengan kedua tangannya untuk membuatnya berada tepat di depan Kak Fino. Aku dan Vendi masih dalam keadaan duduk, melihat raja dan ratu di mala mini.
“Ras, kamu tahu rasa ini, semoga rasa ini akan terus mengalir untukmu bukan untuk sesaat tapi untuk selamanya, di hari sukses ku tahun depan aku ingin kamu yang menjadi pendampingku, aku ingin kamu yang selalu ada buatku, maukah kamu menjadi pacarku?” ungkap Kak Fino.
“insyaallah Kak, aku pun mempunyai rasa yang sama seperti Kakak, dan aku harap kita dapat menjaga perasaan ini hingga hari bahagia menjemput kita dalam sebuah kesuksesan yang besar untuk kita semua, aku mau Kakak yang selalu ada buatku dan aku akan terus bersama Kakak,” jawab Laras.
“ciyee ciyee jadian,” ledek Vendi.
“makan-makan lho yah,” pintaku.
“oh iya kamu masih inget janji Kakak ke kamu Ya?” tanya Kak Fino.
“iya Kak, aku selalu inget dong,” jawabku.
“nanti kalau Kakak libur beberapa hari, Kakak ajak kamu dan semuanya yah buat ngerayain hari jadi aku sama Laras,” jelas Kak Fino.
“emang mau kemana Kak?” tanya Laras.
“udah, nanti ikut aja yah dan Vendi juga harus ikut,” kata Kak Fino.
Semuanya mengajungkan jempolnya tanda kita semua mau ikut bersama Kak Fino walaupun belum tahu tempatnya tapi kebersamaan inilah yang kami selalu harapkan. Pemutaran ketiga jarum permainan ini mulai jelas arahnya yang berhenti di Vendi.
“akhirnya aku kena juga,” pasrah Vendi.
“pilih TOD?” tanya Laras.
“kejujuran aja deh, ngikut,” jawabnya singkat.
Kali ini tak ingin ikut campur, takut kesalahan akan datang kembali pada perasaan ini. Kak Fino dan Laras mulai beraksi dengan pertanyaan yang akan terlontar kepada Vendi.
“kamu aja deh Ya yang ngasih pertanyaan,” ucap Kak Fino.
“tapi kan aku udah Kak, Laras aja tuh,” ujarku.
“kamu aja deh, aku mah bingung mau nanyain apa,” timpal Laras.
“yah kok malah pada lempar-lemparan , nggak jadi juga nggak apa-apa,” ungkap Vendi mendengar itu.
“ok, seandainya kamu memiliki seorang teman tapi kamu juga punya perasaan itu terus kamu memilih untuk nembak dia tapi ternyata kamu di tolak, dia memiliki alasan sendiri untuk menolakmu tapi tiba-tiba dia sadar bahwa menolakmu itu bukan jalan yang terbaik, dan pertanyaan ku adalah apakah masih ada kesempatan untuknya?” tanyaku.
“kesempatan nggak akan datang dua kali, begitu juga dengan perasaan, perasaan yang aku yakini untuknya namun ketika dia telah menyudahi dengan penolakan itu yang jadi peganganku. Entah nanti jadi apa hubungan kita walaupun aku pernah mempunyai tempat untuknya tapi kecil untuknya bisa masuk dalam tempat itu lagi, bahkan mungkin aka nada seseorang yang menggantinya,” jawabnya.
“berarti nggak akan ada kesempatan lagi?” tanyaku lagi.
“itu hanya hatiku yang tahu, tapi aku pun tak ingin mengulang kesakitan ke dua kalinya,” jelasnya.
Jawaban Vendi buatku mengerti akan hal yang memang tak seharusnya aku harapkan lebih. Semua itu mengingatkanku untuk ke sekian kalinya, menyakiti seseorang yang aku cintai begitu dalam hingga kesempatan untuk membuatnya bahagia itu sedikit bahkan tak pernah ingin lagi buatnya sakit ke dua kalinya. Tapi aku akan berusaha untuk terus menebus kesalahan itu untuk Vendi.
Mungkin pernyatan itu tadi meyakinkan ku untuk terus mengikhlaskannya dengan siapapun yang jauh lebih baik dariku. Selalu membuatnya bahagia tanpa pernah menyakitiya sedikitpun. Tapi doaku akan terus mengalir untuknya, walaupun jarak yang memisah nanti ketika semuanya berakhir dalam masa-masa SMA.
Sedangkan Kak Fino dan Laras menatapku dengan tersenyum, mereka tahu apa yang ada dalam hatiku. Mengerti apa yang kini ku rasakan, menyemangati dalam tatapan karena tak ingin Vendi mengetahuinya. Saat tak ada lagi yang ku tanyakan, mata ini mulai berbicara dengan tetesan yang mulai keluar, tak ingin aku memperlihatkan kesedihanku di depan Vendi. Ku berbalik arah untuk menghapus air mata itu namun bukannya terhapus, justru semakin deras dan bersyukurnya aku ketika hujan mulai turun.
“yah ujan nih,” ucap Laras.
“nggak apa-apa sekali-kali kita hujan-hujanan gini,” kata Kak Fino dengan senang.
“iya asik nih,” ungkap Vendi.
“Ya, kamu nggak apa-apa kan?” tanya Laras dengan berbisik.
“nggak apa-apa kok Ras,” jawabku lirih.
Masih dengan aliran air mata yang bercampur dengan air hujan tanpa di ketahui Vendi, namun Kak Fino dan Laras yang melihatku pun tahu jika aku sedang menyembunyikan air mata ini dengan air hujan. Tapi dukungan pasangan baru it uterus ada dengan senyuman yang menambah kekuatan ku. Entah masih tak bisa ku hentikan air mata ini, hanya diam yang aku lakukan, sesekali menghapus air yang menyelimuti wajahku.
“kamu kenapa Ya? Kok kayaknya diem aja dari tadi? Apa ada salah-salah kata dariku tadi?” tanya Vendi mulai curiga.
“nggak apa-apa kok, aku lagi menikmati hujan ini aja,” jawabku.
“ya udah tanpa kita putar lagi jarum ini, udah pasti sekarang giliranmu kan?” tanya Vendi.
“iya,” jawabku singkat.
“TOD?” tanyanya.
“tantangan aja lha, masa dari tadi nggak ada tantangan sih,” timpal Kak Fino.
“yaelah, masa giliranku tantangan sih,” gerutuku.
“iya tuh, masa kejujuran aja dari tadi,” desak Vendi.
“sekali-kali Ya,” ucap Laras.
“ok, aku terima, silahkan yang mau ngasih aku tantangan aku akan lakukan,” sanggup ku.
“aku aja yah,” pinta Vendi.
“kenapa harus kamu Ven, kenapa coba, aku nggak mau kamu tahu perasaanku saat ini, semakin lama dan semakin banyak kita ngobrol aku takut kamu tahu ini,” benakku dengan ketakutan.
“ok, apa tantangannya?” tanyaku.
“lakukan apa yang sebelumnya kamu nggak pernah lakukan tapi itu yang berbeda dan buat kita semua kaget dengan ulahmu,” pintanya.
“haduh, apa yah?” pikirku.
“ayo Tya pasti bisa,” teriak Kak Fino dengan Laras menyemangatiku.
“ok, sinih tanganmu,” pintaku meminjam tangan Vendi.”
“mau ngapain?” tanyanya.
Di bukanya tangan kirinya dengan membuka telapak tangannya. Derasnya air hujan membuat kami semakin kedinginan tapi untuk tantangan terakhir kami masih bertahan dalam kedinginan ini. Ku lukiskan dengan jari telunjuk ku sebuah kalimat di tangan Vendi “I LOVE YOU” dengan tetesan air hujan yang bercampur tetesan air mataku dan aku teriak I LOVE YOU Ven namun tanpa di sadari bersamaan dengan petir yang membuat Vendi tak mendengar jelas teriakanku. Namun Kak Fino dan Laras mengerti karena mereka melihat ucapanku sedangkan Vendi, dia masih melihat tangannya karena itu dia tak terlalu focus dengan teriakanku.
Aku beranjak pergi dari hadapannya, berharap tak ada lagi bahasan tentang hal ini. Ternyata dugaan ku salah, secepat aku pergi secepat itu pula Vendi memegang tanganku dengan erat dan sulit untuk terlepas. Aliran mataku kini masih mengalir seperti derasnya air hujan di mala mini, mengukir dan mengucap hal itu bukan hal yang mudah ketika seseorang telah tersakiti oleh diriku sendiri. Tak ku pandang lagi sosok Kak Fino dan Laras di sebelahku, mereka lebih cepat berlalu membiarkanku hanya menatap seorang Vendi.
Tapi mungkin mereka lebih memberi ku kesempatan dengannya sedangkan mereka tahu apa yang sedang ku rasakan kali ini. Berusaha kabur dari kenyataan, mencoba berlari dari kesunyian, mencoba terbang dari hayalan. Harapn itu selalu muncul dalam keadaan ini, tak ingin mengungkit-ngungkit lagi tentang perasaan ku yang nantinya hanya akan timbul rasa sakit entah itu untukku ataupun untuknya. Tatapanku tak ingin ku hadapkan di depannya, masih dalam genggamannya.
“apa yang tadi kamu teriakan Ya?” tanya Vendi dengan sangat penasaran.
“hah? Nggak ada kok,” sangkal ku.
“aku tadi denger kamu teriak Ya, tapi sayang semua itu bebarengan dengan petir tadi.”
“kamu salah denger kali.”
“ok, kalau aku salah denger, tapi aku nggak salah liat kan tadi apa yang kamu tulis?”
“emang aku nulis apa?”
“I LOVE YOU.”
“itu bukan tulisan.”
“terus?”
“itu hanya ukiran yang ada dalam hatiku.”
“maksudmu?”
“udah lha nggak perlu di bahas lagi.”
“nggak! Ini harus di bahas!” bentaknya terhadapku.
Aku hanya bisa terdiam melihat dia membentakku, selama ini dia belum pernah sekasar itu walaupu dulu pernah ku tolak tapi dia nggak pernah sekasar ini. Hanya memendam rasa sakit, tak memperlihatkan kesedihan karena tertutup dengan air hujan ini. Semakin ku tak sanggup lagi untuk menatapnya, ingin sekali pergi dari hadapannya tapi pegangan dia masih melekat dengan tanganku.
“maaf, aku nggak bermaksud untuk membentakmu sperti itu,” ucapnya merasa bersalah.
“Tya aku tahu kamu marah dengan sikapku yang seperti ini tapi aku nggak bermaksud seperti ini, aku hanya ingin tahu perasaanmu saja. Apa aku salah dengan semua ini?” lanjutnya.
Tangisanku lagi-lagi semakin deras, tak sanggup lagi untuk ku hentikan. Menutupinya kali ini justru membuatnya dia tahu karena semakin aku tersedu-sedu dengan tangisanku kali ini. Mungkin aku paling cengeng untuk hal ini, sungguh berat perasaan yang belum pernah aku rasakan, pertama kali merasakan indahnya cinta dan begitu sakitnya menahan lara.
“Tya please kamu jangan diam aja kayak gini, aku tersiksa dengan semua ini, aku ingin kita yang tadi, aku ingin kita beberapa menit lalu, aku ingin kita yang dulu bahagia bersama-sama tanpa ada rasa sakit yang kamu rasakan karena aku. Aku minta maaf banget sama kamu yang selama ini tersakiti olehku,” jelasnya.
“kamu nggak salah Ven, aku tahu kamu membentak ku bukan karena kamu niat kasar terhadapku tapi karena kesalahanku sendiri,” ucapku memberanikan diri untuk menatapnya.
“aku bener-bener nyesel udah ngelakuin itu, maafin aku Ya, maaf emosiku yang nggak bisa terkendali.”
“aku yang seharusnya minta maaf, selama ini aku yang udah nyakitin kamu Ven.”
“tolong jangan pernah inget itu lagi Ya, justru itu buatku mengingat lagi dengan kebodohanku, kebodohanku yang terlalu cepat mengakui rasa itu yang pada akhirnya buat kita semakin menjauh.”
“aku yang salah dengan perasaanku Ven, aku yang tak mau mengerti dengan perasaanmu saat itu, aku paham ketika kita dulu menjauh.”
“tapi aku nggak paham apa arti semua ini Ya.”
“aku tak ingin menyakitimu lagi Ven, hanya itu yang bisa kulakukan saat ini.”
“apa kamu yakin akan tulisan itu buatku?”
“aku yakin karena hati telah memilih.”
“aku pegang itu Ya, tapi apa semua itu bisa menjadi satu ikatan?”
“aku tak ingin kamu berharap Ven, aku tak ingin menyakiti kamu lagi karena aku belum siap untuk jauh darimu lagi.”
“aku nggak akan lagi jauh dari kamu.”
“aku ingin kita menjadi kita yang lebih dekat dengan sahabat ini Ven, ketika memang kita akan bersatu pasti semua akan menyatu dengan ikatan hati yang lebih sempurna.”
“aku terima Ya, karena aku pun ingin kita yang tak ingin menjadi aku kamu tapi kita yang akan terus menjadi kita.”
“jari kelingking ini akan menjadi teman kita yang baru bukan menjadi sebuah janji dan saksi ketika itu akan menjadi pengingkar dari kita.”
“jari kelingking yang akan terus menyatu karena perasaan kita yang tak ingin terus menjauh dan kita yang akan terus saling mengerti.”
“tapi kamu juga nggak boleh nangis lagi yak kayak gini, sedih tahu ngelihatnya,” ucapnya sambil menghapus air yang ada di mataku.
“hehe, iya, makasih yah,” kataku.
“walaupun hujan deras kayak gini tapi tetep aja mata kamu nggak bisa bohong saat aku menatapmu.”
“masa sih? Emang kelihatan banget yah?”
“nggak kelihatan sepintas namun hati aku juga merasakan itu.”
Penyatuan kelingking ini bukan akhir dari ceritaku, ini menjadi sebuah cerita-cerita selanjutnya. Aku yang melihat Kak Fino dan Laras sudah berganti baju dan melihat ku di balik jendela dengan tersenyum. Mereka seakan bahagia melihatku dan Vendi walaupun masih dalam persahabatan.
Hapusan air mata itu menjadi penyemangat baru untuk ku. Masih menikmati dinginnya hujan di malam hari, menjadi sebuah pengalaman yang baru. Bertahan dalam kedinginan nyata di halaman belakang, bersama Vendi aku berputar dengan tangan kami yang menyatu seperti layaknya film India.
“arrrrgggghht, aku senang malam ini,” teriakku sekeras mungkin namun masih tertutup dengan turunnya hujan.
“aku juga senang Tya, makasih udah buatku senang hari ini,” teriaknya balik.
Badanku semakin menggigil maka ku hentikan aksiku untuk bermain malam hari ini.
“kamu menggigil yak Ya?” tanya Vendi.
“engga kok, cuma kedinginan aja,” jawabku.
“yak udah yuk kita masuk,” ajaknya.
Anggukan ku menjadi jawaban dari tawaran Vendi. Dia merangkul pundak ku untuk sedikit menghilangkan kedinginanku dan menitih aku untuk berjalan. Sampai tak sadar bahwa kakiku sedang sedikit sakit tapi serasa tak merasakan sakit sedikitpun karena rasa senang yang ada di hari. Malam ini berakhir dengan sangat indah, menyatuya cinta Kak Fino dan Laras menjadi awal kebahagiaan kita semua di lanjut dengan pengertian Vendi terhadap perasaanku menjadi kelanjutan bahagiaku.
Hari yang cukup lama untuk terlewati, walaupun aku merasa sakit tapi bahagia itu datang lagi. Bahagia yang selama ini telah hilang, sekian lama ku tunggu akhirnya datang juga. Menciptakan kebahagiaan itu memang tak semudah yang kita bayangkan.
Masih dalam waktu menunggu UN, bosan berminggu-minggu di rumah tidak ada kegiatan namun aku sempatkan untuk menlanjutkan ceritaku, semoga dalam waktu yang tak lama lagi semua itu selesai.
Hingga datangnya hari Kak Fino libur sampai tiga hari cukup lama semua itu, namun dia gunakan untuk memenuhi janjinya yang mengajak Aku, Laras, Vendi pergi dalam rangka merayakan hari jadiannya.
Pagi hari yang sejuk ini semuanya berkumpul di rumah ku, masih dalam versi teka-teki untuk mengetahui tujuan yang membuat kami berkumpul seperti ini.
“Kak, kita mau kemana sih?” tanyaku.
“udah kamu ikut aja nanti juga tahu,” jawabnya.
“yah, tapi kan penasaran tahu Kak,” timpal Laras.
“eh Vendi mana nih kok lama banget?” tanya Kak Vendi.
“nggak tahu Kak, mungkin lagi di jalan kali Kak, makanya kasih tahu aja sekarang,” jelasku.
“eh itu Vendi,” ucap Laras.
“sorry sorry baru nyampai,” ujar Vendi masih terengah-engah.
“udah pada siap kan?” tanya Kak Fino.
“udah Kak,” jawab kita semua kompak.
Kami menuju sebuah tempat menggunakan taxi, hanya beberapa menit saja di dalam taxi dan sampai di stasiun, makin bingung aja dengan ajakan Kak Fino. Di belinya empat tiket untuk kita semua dan tertulis sebuah tujuan ke YOGYAKARTA. Kami sontak kaget mengetahui tujuan kami kecuali Kak Fino yang merencanakannya.
“Kak, Jogja? Emang mau ngapain kita kesana?” tanya ku.
“iya Kak, kan Jogja itu cukup jauh sama Jakarta?” tanay Laras.
“kita mau berapa lama di sana?” tanya Vendi.
Pertanyaan demi pertanyaan terlontar dari kita semua, Kak Fino hanya tersenyum mendengar semua pertanyaan itu. Namun senyuman itu hanya membuat kami bingung, gereget dengan semua ini. Teka-teki masih dalam otak ku, sayangnya itu semua nggak terjawa dan di biarkan berputaran di otak.
Suara kereta lewat menunjukan awal keberangkatan kami, kami bergegas masuk ke dalam kereta. Sebelumnya aku belum pernah naik kereta sama sekali, mungkin karena belum pernah travelling juga.
“kita akan senang-senang di Jogja,” uca Kak Fino.
“semoga aja, awas aja kalau Kakak buat kita semua bete,” timpal ku.
“haha, kasian tahu kan Kak Fino juga udah buat rencana ini,” jelas Laras.
“iya deh, udah yang belain,” pasrah ku.
“haha, kasian banget kamu De, tapi kamu juga nanti bakal di bela sama Vendi,” ujar Kak Fino.
“isshht Kakak mah rese,” kesalku.
“jangan cemberut Ya, nanti manisnya ilang lho,” gombal Vendi namun membuatku jadi berbunga-bunga.
“tuh kan, langsung lho De di puji di depan Kakaknya,” ucap Kak Fino.
“ciyeeee Tya salting tuh,” ledek Laras.
“hehe, maaf Kak,” cengenges Vendi.
Aku tak ingin membalas ledekan Laras apalagi Kak Fino, takutnya itu menjadi boomerang buatku lagi. Kali ini aku memang salah tingkah di depan semuanya. Hanya senyum-senyum nggak jelas mendengar gombalan Vendi.
Setengah perjalanan yang membuat Kak Fino dan Laras tertidur karena kecapekan, aku masih bertahan dengan mata ku. Sementara Vendi sedang mendengarkan music menggunakan headset. Ku lihat keluar jendela, dengan suasana yang masih terasa sejuk, pepohonan yang menjulang tinggi satu per satu terlewat. Dan ku temui Gunung Merapi terlihat jelas dengan sunset yang terlihat sangat indah ku pandang. Tak ingin ku lewati moment seperti ini, semakin ku ingin mendaki ke sana merasakan udara dingin pegunungan. Aku hanya terus memandang moment ini yang semakin lama semakin hilang dari penglihatanku.
Begitu asiknya menaiki kereta, ini menjadi pengalaman pertamaku yang cukup membuat berkesan dengan suasana Jogja di malam hari. Cukup melelahkan perjalanan ini, kami bergegas mencari penginapan untuk bermalam di sini. Orang-orang yang terkenal ramah dengan bahasanya dan budaya yang berbeda dari kota-kota lainnya.
Sambil mencari penginapan, menyusuri kota Jogja ini sangatlah indah di malam hari, para wisatawan pun sangat jelas terlihat. Mereka menikmati suasana malam hari Jogja, begitu pun kita yang baru menikmatinya malam ini, terlihat musisi jalanan mulai mengalunkan nada-nadanya sehingga membentuk melody yang indah dan enak di dengar.
Tak sia-sia perjalanan kami dan sampai di malam hari, mendengar alunan music klasik membuat kita tenang dan gemerlapnya lampu malam hari. Kami terbawa suasana di sini buat kami bertahan di sini, menikmati makanan Jogja. Berhubung perut kami lapar, kami memasuki rumah makan kecil, dan mulai memesan makanan khas Jogja yaitu gudeg. Penasaran juga rasa asli gudeg Jogja.
“aku seneng Kak bisa di ajak ke sini, apalagi tadi aku lihat sunset deket gunung Merapi,” ungkapku.
“kapan?” tanya mereka semua kompak.
“tadi, di kereta, sunsetnya indah banget di deket gunung,” jelasku.
“kok aku nggak tahu?” tanya Laras.
“iya aku juga nggak lihat tuh,” sesal Vendi.
“nih yak, tadi pas aku liat cukup lama juga, Kak Fino sama Laras ketiduran sedangkan Vendi lagi asik dengerin music jadi aku nggak enak kalau ganggu kalian,” kataku.
“udahlah kapan-kapan juga masih bisa kan,” ujar Kak Fino menenangkan semuanya agar tak ada penyesalan lagi.
“tenang kita kan nginep di sini, aku akan bawa kalian senyaman mungkin dan buat happy-happy,” lanjut Kak Fino.
“beneran yak Kak,” pinta Laras.
“eh makan yuk, makanan khas Jogja udah siap di santap,” ucap Vendi.
“ok,” kata kami semua tanpa Vendi.
Kami menyantap makanan khas Jogja, memang berbeda dari gudeg-gudeg lainnya, rasanya lebih terasa dan pastinya lebih enak. Di kota asli gudeg buat kami kenyang menyantapnya, kota tradisional ini mempunyai sejarah yang sangat banyak. Karena ini adalah kota yang menajdi tempat untuk peperangan Indonesia sebelum merdeka. Banyak pertumpahan darah di kota ini, kota tua ini sangat terkenal dengan peristiwa-peristiwa kemerdekaan.
Keluar dari rumah makan, kami lanjutkan mencari penginapan dan tak jauh dari alun-alun Jogja kami temukan penginapan yang cukup untuk kami. Beristirahat sejenak dan melakukan ibadah untuk melepas beban yang ada. Dengan memesan dua kamar, satu untuk para cowok dan satunya lagi untuk para cewek. Dengan cepat kami mulai menutup mata kami, dengan cepat kami semua tertidur pulas mungkin karena kecapekan.
Mentari sudah menapakkan wajahnya. Saatnya aku dan yang lainnya untuk melakukan sebuah perjalanan panjang. Mungkin satu hari full nanti kami semua berada di Jogja dengan berbagai aktivitas yang mengasikkan.
“capcus kita lets go ke tujuan utama kita,” ajak Kak Fino.
“kemana emang Kak?” tanya Laras.
“ke hatiku sayang,” gombal Kak Fino.
“iih gombal banget Kakak,” timpalku.
“biarin wle,” ujar Kak Fino.
Kalahku ketika bertengkar dengan Kak Fino, kami semua langsung pergi mengendarai bus mengelilingi Jogja yang terlihat masih tradisional akan kotanya. Banyak yang jarang terlihat di Jakarta, kenyamanan di sini pastinya lebih baik daripada Jakarta.
Melihat suasana yang tak begitu macet, ramai dengan para wisatawan yang mengunjungi Jogja dan mengelilinginya dengan sepeda. Tak perlu membutuhkan waktu lama sampai juga dan ternyata Kak Fino mengajak kami ke sebuah fenomena alam yang terkenal.
“wahhh Candi Borobudur,” senang Laras.
“yeee akhirnya bisa kesini juga aku,” ujarku.
“iya nih, sama aku juga baru ke sini sama kalian lagi,” lanjut Vendi.
“jiahahah kasian banget sih kalian baru pada kesini,” ledek Kak Fino.
“biarin wle,” timpalku.
“ok, kita naik sampai puncak, berani nggak?” tantang Kak Fino.
“siapa takut,” jawab kami serentak.
“langsung nih?” tanya Vendi.
“nikmati dulu yang di bawah atau langsung ke atas?” tanya Laras.
“langsung aja,” ujarku meninggalkan mereka.
“curang kamu De,” kata Kak Fino.
“curi start kamu Ya,” susul Vendi.
“haha, aku duluan yak,” teriakku.
Aku memang sengaja mendahului mereka, karena aku sudah ingin sekali berada di puncak Candi ini, pemandangan yang menarik berada di atas.
Sayang lariku masih bisa di susul Vendi, sedangkan Kak Fino sudah jelas akan menemani Laras menaiki satu per satu tapak tangga. Terlihat tinggi juga tangga yang akan kami naiki, namun semangat ini tak membakar jiwa untuk menaikinya dengan senang hati. Banyak pengunjung juga yang sangat tertarik dengan Candi Borobudur, tangga yang di gunakan untuk naik turun nya puncak ini membuat jalan sempit dan harus berhati-hati karena kalau saja salah menaiki akan terpeleset dan jatuh.
Aku yang berada lebih awal bersama Vendi, sudah menapaki satu perempat jalan, itu pun harus pelan-pelan, sedangkan pasangan baru itu masih berada di belakang kami. Vendi memilih berada di belakang ku.
Kakiku semakin lama semakin tak kuat menahan sakit, namun bahaya hampir menghampiriku. Bahuku tertabrak seseorang hingga aku terpeleset di tambah factor keadaan kakiku seperti ini,  namun keberuntungan masih memihakku, Vendi menolongku dengan sigap. Namun hatiku yang tak kuta ketika mataku bertemu dengan matanya membuatku kaku akan pandangan itu. Segera mungkin ku alihkan tatapanku hingga ku bisa berdiri kembali.
“kamu nggak apa-apa Ya?” tanya Vendi.
“nggak apa-apa kok, makasih yak,”jawabku.
“sama-sama, eh kamu masih kuat nggak sih?”
“kayaknya aku mau istirahat dulu deh, kaki ku udah sakit nih,” jelasku.
“yak udah yuk kita minggir dulu,” ajaknya.
“kalau kamu mau lanjutin, nggak apa-apa kok, biar aku sendiri aja lagian cuma sebentar aja,” ucapku.
“nggak lha, lagian buat apa aku nyampai duluan kalau sendirian.”
“kan masih ada Kak Fino sama Laras yang bakalan nyusul kamu di puncak?”
“aku nggak setega itu lha biarin kamu sendirian di sini.”
“hehe, makasih yak.”
“iya sama-sama, bawa minum atau nggak makan?”
“bawa kok, kamu sendiri gimana?”
“aku cuma bawa minum aja.”
“mau roti?”
“eh nggak usah lha, aku cukup minum aja.”
“beneran?”
“iya, nyantai aja, aku masih kuat kok.”
“kasian tahu perutmu nggak di isi, nih aa,” ucapku menyodorkan potongan roti ke mulut Vendi.
“eh, makasih yak,” ucapnya sambil mengunyah roti.
“haha, kayak anak kecil aja deh kamu,” ledekku.
“jiahaha, berarti masih imut dong,” PDnya.
“haha terserah deh,” pasrahku sambil membersihkan coklat ada di mulutnya.
“andai kamu tahu Ya, aku sangat menginginkan moment seperti ini, terus bisa sama kamu, bisa canda tawa bareng kamu, bisa di perhatiin sama kamu dan semuanya sama kamu, makasih udah beri aku kenyamanan,” benak Vendi tersenyum.
“kakimu masih sakit?” tanya Vendi.
“udah mendingan kok, mau lanjut sekarang?” tanyaku.
“emang udah kuat naik?” tanya Vendi lagi.
“kuat dong,” sanggup ku.
Memulai lagi untuk manapaki anak tangga ini bersama Vendi, kali ini lebih eland an berhati-hati, dan posisi Vendi yang berada di belakangku sambil memegang bahuku seperti mainan kereta api.
Akhirnya sampai juga di puncaknya, sudah terlihat Kak Fino dan Laras yang menikmati pemandangan indah itu.
“kok kalian baru sampai sih?” tanya Laras.
“haha kalah tuh, curang sih kamu De,” ledek Kak Fino.
“Kak Fino jangan gitu sama Adiknya sendiri,” nasehat Laras.
“tadi Tya mau jatuh Kak, jadi kita istirahat dulu deh,” jelas Vendi.
“kamu nggak apa-apa De?” tanya Kak Fino.
“tadi aja di ledekin sekarang sok perhatian,” kesalku.
“kamu nggak apa-apa Ya?” tanya Laras.
“nggak apa-apa Ras, tadi Vendi yang nolongin dan nemenin aku,” jelasku.
“syukur deh, makasih yak Ven udah jagain Tya,” ucap Laras.
“iya Ven, thanks udah jagain Ade ku,” lirih Kak Fino merasa bersalah.
“maafin aku yak De, nggak bisa jagain kamu malah ngeledekin kamu di kala sakit kayak gini,” lanjut Kak Fino.
“Kakak apaan sih, tadi aku cuma bercanda aja kok, Kak Fino itu Kakak terbaik aku, Kakak yang selalu bisa ngertiin aku, bisa jagain aku, bisa buatku semangat, pokoknya Kakak selalu jadi nomor satu dalam hidupku,” ucapku.
“tapi Kakak ngerasa, kalau Kakak belum bisa jagain kamu dengan baik, tadi aja Kakak ngga bisa jagain kamu malah Vendi,” ujar Kak Fino.
“Kakak dengerin yak Kak, walaupun Kakak tadi nggak nolongin aku tapi Kakak selalu bisa jaga hatiku Kak, Kakak yang selama ini ada buat aku, Kakak yang selalu jadi sahabat terbaik aku, Kakak yang selalu bisa ngelakuin apa aja buat aku, jadi Kakak nggak usah bilang kayak gitu, karena penolongku sekarang bertambah Laras dan Vendi yang selalu bisa ada buatku,” jelasku.
“Kakak akan berusaha terus ngelakuin yang terbaik untuk kamu De, walaupun Kakak bukan yang terbaik, makasih juga buat semuanya yang selalu buat Ade aku senang,” kata Kak Fino.
“Iya Ya, aku senang punya sahabat kayak kamu, aku juga ngerasa ada karena kamu dan yang lainnya,” ujar Laras.
“nggak perlu berterima kasih karena kita semua juga membutuhkan kebersamaan ini, aku pun begitu, aku butuh kalian yang selalu ada buat aku, aku butuh sahabat yang selalu ngerti buat aku, dan kebersamaan ini sangatlah berarti dalam hidupku,” ucap Vendi.

Semua mengerti akan arti kebersamaan ini, larut dalam suasana haru bahagia ini, namun tetap kembali ceria untuk meneruskan perjalanan kami. Kami masih punya berbagai cara untuk bercanda.
“eh katanya kan disini ada mitos kalau bisa pegang bagian kepala patung di dalam bisa di kabulin doa kita, bener nggak sih?” tanya Laras.
“iya emang di sini mitosnya kayak gini, nggak tahu bener atau nggaknya tapi kalau nggak nyoba juga kurang asik,” jelas Kak Fino.
“setuju,” teriak aku dan Vendi kompak.
“nggak usah kompakan juga kali,” ledek Kak Fino.
“haha, maklum cintanya belum berujung,” lanjut Laras.
“hem iya deh yang udah jadian,” kesal ku.
“tenang aja kita juga bakalan jadian kok,” ujar Vendi buatku kaget.
“haha tuh udah mau berujung apa belum Ya?” tanya Laras.
“ihh apaan sih,” jawabku malu.
“ciyeee Tya malu-malu kucing,” timpal Kak Fino.
“kasian tahu si Tya, aku akan menunggu mu Ya, biarin aja mereka,” bela Vendi.
Aku masih menganggapnya biasa saja mungkin karena hatiku percaya bahwa cinta tak akan salah, jika benar Vendi cinta yang sesungguhnya nanti juga akan tahu di kala waktu sudah menentukan.
“mulai yak, tapi sebelum mulai kita bikin tantangan aja Yuk?” ajak Kak Fino.
“perasaan Kak Fino mainnya tantangan mulu deh,” keluh ku.
“tapi aku setuju tuh sama Kak Fino, seru tahu kalau ada tantangannya,” dukung Vendi.
“aku nurut aja deh,” pasrah Laras.
“ok, siapa takut,” sanggup ku.
“tantangannya apa?” tanya Laras.
“gampang kok, nanti kita akan teriak I LOVE INDONESIA bareng-bareng tapi kalau yang nggak nyampai patungnya ataupun terakhir nyampainya, harus bisa ngajak pasangannya teriak kayak gitu juga jadi duet gitu deh,” jelas Kak Fino.
“kita seru-seruan bareng,” lanjutnya.
“siap,” sanggup kami kompak.
“satu,dua,tiga mulai,” ucapku.
Bergeraklah satu tangan kita, mencoba sekuat tenaga untuk mencapainya, tiga menit saja untuk Vendi mencapainya, di susul oleh Kak Fino. Tinggalah para cewek yang terlihat sulit mencapai bagian kepala tersebut.
“sulit banget sih ini, padahal kurang sedikit lagi,” ucapku.
“semangat Tya, ayo kamu pasti bisa,” ujar Vendi menyemangatiku.
“ayo Laras, kamu pasti bisa, jangan mau kalah sama Tya,” kata Kak Fino tak mau kalah dengan Vendi.
“yee aku bisa,” senang Laras mencapai kepala patung itu dan artinya aku yang harus melakukan tantangan itu.
“udah siap kamu De?” tanya Kak Fino.
“siap nggak siap,” pasrahku.
“semangat dong De,” ucap Kak Fino.
“hmm giliran kalah tantangan aja di semangatin, yak cuma Kak Fino doang yang kayak gitu,” timpalku.
“hehe, kan biar beda sama yang lain,” kata Kak Fino.
“yak udah yuk kita teriak bareng-bareng, berani kan?” lanjut Kak Fino.
“berani dong,” ucap kami serentak.
“dalam hitungan ke satu mulai yak,” arah Kak Fino.
“ok,” kompak kami lagi.
“tiga, dua, satu, “teriak Kak Fino.
“I LOVE INDONESIA,” teriak kami bersama.
Berbagai macam alam Indonesia yang menakjubkan, tak kalah dengan fenomena Negara lain, fenomena Indonesia yang terdapat di berbagai tempat, dengan keindahan yang luar biasa sering kali jarang terlihat oleh mata karena biasanya kita yang terlalu memandang indah Negara lain namun kita jarang menikmati alam kita sendiri, Alam Indonesia.
Ciptaan Yang Kuasa membuat Negara Indonesia semakin luar biasa, isinya yang sangat lengkap, keindahan yang sebenarnya jauh lebih indah jika kita banyak mengetahuinya. Tertariklah untuk travelling di Indonesia, banyak yang bilang “jangan mengaku Indonesia kalau belum mengenal alamnya” yap itu benar sekali.
“kamu masih harus ngelakuin satu lagi Ya,” ingat Kak Fino.
“iya Kakak,” kesalku.
“siapa Ya yang mau kamu ajak?” tanya Laras.
“pastinya Kak Fino lha,” jawabku tenang.
“kok Kakak sih?” tanya Kak Fino.
“emangnya kenapa?” tanyaku balik.
“kan Kakak udah ada yang punya,” jelasnya.
“iya tuh bener,” lanjut Laras.
“iih kalian rese, curangnya kebangetan, terus sama siapa dong?” bingungku.
“nggak usah bingung gitu kali, tuh ada yang nganggur,” ucap Laras menunjuk ke Vendi.
“kok ke aku sih?” tanya Vendi.
“tuh kan nggak mau,” pasrahku.
“kata siapa nggak mau?” tanya Vendi.
“lha tadi bilangnya kayak gitu,” jawabku.
“aku kan cuma nanya, buat kamu apa sih yang nggak,” jelas Vendi.
“ciyee lagi-lagi Vendi mulai gombal,” ujar Laras.
“iya awas lho De banyak gombalan tuh dari Vendi,” nasehat Kak Fino.
“haha, tenang aja Kak, kalau sama Tya itu beneran kok,” jelas Vendi.
“awas aja kamu kalau bohong,” timpal Kak Fino.
“bercanda Kak, lagian kan masih sahabatan,” kata Vendi.
“kapan mulainya nih,” ucapku.
“haha Tya udah nggak sabar tuh,” ledek Laras.
“yak udah lha nggak jadi,”kesalku.
“jangan ngambek dong Ya, cepet tuh sama Vendi,” ujar Laras.
“udah langsung aja,” kata Kak Fino.
Dengan hitungan sendiri, aku dan Vendi mulai melakukannya, meneriakkan sebuah kalimat “ I LOVE INDONESIA”. Tanpa ku sadari, dari belakang banyak yang memperhatikan kami, bingung juga dengan tatapan mereka namun sorakan keluar dari mereka beserta tepuk tangan yang meriah dan masih ada lagi yang baru aku sadari bahwa kebersamaan ku bersama Vendi di video oleh Laras. Sbeumnya beberapa jepretan pun tertuju pada kami, kami yang sempat saling menatap pun ada di HP Laras.
Tantangan itu semua terselesaikan, tinggal moment yang tidak akan tertinggal oleh semua orang yaitu foto. Beberapa jepretan pun kami lakukan, mulai kami berempat yang berjejer dan sebuah rangkulan persahabatan, gaya lucu kami, gaya kalem kami, gaya alay kami, berbagai gaya kami lakukan. Di lanjut dengan pasangan yang baru yaitu Kak Fino dengan Laras, gaya berpacaran yaitu rangkulan Kak Fino, tatapan mereka, pegangan tangan, memegang lembut rambut Laras, dan berbagai tingkah lucu serta jahil yang mereka lakukan. Bergantian denganku yang ingin bersama Kak Fino, aku yang di gendong Kak Fino, merangkul satu sama lain, gaya berantem, gaya seperti kelinci. Masih dengan ku yang ingin berpose dengan Laras, pastinya gaya yang lebih kalem, memeluk Laras, merangkul Laras dan mencubit pipi Laras. Masih kurang dengan para cowok yang ingin berpose bareng, gaya gagah mereka, gaya sangar mereka, gaya rangkulan mereka, gaya lucu mereka seperti memanyunkan bibir, gaya keren mereka. Dan setelah itu.
“ayo kamu Ya sama Vendi,” desak Laras.
“udah kan tadi bareng-bareng,” ucapku.
“iya ayo kalian berdua,” dukung Kak Fino.
“ayo Ya, mumpung lagi bareng-bareng nih,” ajak Vendi.
“ok,” pasrahku.
Kami berdua mulai berpose. Berawal dengan gaya cuek kami, gaya sok berantem kami, gaya keren kami, gaya jelek kami, gaya senyum kami, gaya tatapan kami, gaya adu punggung kami, dan yang menakjubkan adalah gaya Vendi yang berlutut dan memegang tanganku.
“kapan tuh mau di resmiin?” tanya Laras.
“haha apaan sih, cuma foto juga,” jawabku.
“udah sore nih, turun yuk, kita pulang malam ini juga,” ucap Kak Fino.
“malam ini juga Kak?” tanyaku.
“iya,” jawabnya singkat.
“yah kan masih asik disini,” keluhku.
“iya bener tuh, masih kurang kita disini,” lanjut Laras.
“berarti kita pulang ke penginapan langsung check out dong?” tanya Vendi.
“tenang aja, kita masih ada satu tempat lagi sebelum check out,” ujar Kak Fino.
“kemana Kak?” tanyaku.
“udah lihat nanti aja, kita lebih baik turun dulu deh,” ajak Kak Fino.
Kami semua meninggalkan puncak ini karena waktu sudah menunjukan bahwa kami akan segera meninggalkan kota ini, mungkin turun lebih mudah daripada naik sehingga tak membutuhkan waktu yang lama.
Berkumpulnya kami di bawah mengikuti arah Kak Fino yang membuat kami selalu penasaran dengan tujuannya. Sebelum kami melanjutkan langkah kami, kami mengisi perut kami terlebih dahulu. Melahap makanan di daerah Candi Borobudur itu beda, mungkin karena kami tak sering melihat suasana yang seperti ini.
Kami merasa kenyang dengan makanan tersebut dan kami kembali menaiki bus untuk menuju tempat selanjutnya. Tempat yang kami tuju terlihat jelas dengan 15 menit saja, tempatnya adalah pantai. Menikmati indahnya Jogja terakhir di pantai.
“kita akan lihat sunset disini,” kata Kak Fino.
“janji Kakak benar-benar nyata, membuat kita semua tak menyesal berada di sini,” ucap Laras.
“iya, nggak sia-sia kita nurutin Kak Fino,” lanjut Vendi.
“iya nih, Kakak aku tumben pinter,” ledekku.
“rese kamu De,” timpal Kak Fino.
Kami segera menuju pinggir pantai, menunggu sunset yang sebentar lagi akan terlihat. Duduk di atas pasir tanpa alas, memeluk kaki dengan kedua tangan itulah posisi kami. Kini sunset sudah mulai terlihat, sangatlah indah di pandang mata, cantiknya matahari yang telah berganti dengan sang bulan. Puas dengan melihat sunset kami masih ingin mengahbiskan waktu di pantai.
“mainan sepeda yuk?” ajak Vendi menunjuk penyewaan sepeda pasang.
“aku mau, asik tuh,” semangatku.
“iya, balapan yuk,” tantang Kak Fino lagi.
“siapa takut, ayo,” sanggup Vendi.
Kami berlarian menuju tempat penyewaan sepeda pasang itu, dengan pasangan yang biasa yaitu aku dan Vendi sedangkan Kak Fino dan Laras. Kami bersiap-siap untuk menggowes sepeda itu. Dengan semangat kami lalui start dan dengan senang gowesan-gowesan kami mempercepat laju sepeda itu. Mengelilingi pantai menggunakan sepeda lebih asik apalagi bersama-sama itu lebih membekas. Garis Finish di lalui sepeda ku dan Vendi terlebih dahulu di susul dengan Kak Fino dan Laras.
“yeeeeee kita menang,”teriak ku bersama Vendi.
“iya deh kita kalah, tapi nggak kalah jauh,” pasrah Kak Fino.
“haha iya terserah Kakak aja deh,” ucapku.
“kayaknya nggak seru deh kalau nggak mainan air,” usul Laras.
“bener banget Ras,” setujuku.
Lagi-lagi kami cepat-cepatan berlari menuju pantai tersebut dan sesegara mungkin untuk melemparkan air ke semuanya, perang-perangan air mulai beradu. Peperangan itu berehnti setelah baju yang kami kenakan penuh dengan air alhasil kami harus menyduahi permainan ini dan kembali ke penginapan setelah itu check out kembali ke Jakarta.
“good bye Jogja, tiga hari dengan perjalanan dan satu hari full menikmati kota Jogja buatku berat meninggalkan kota ini, aku akan kembali lagi,” benakku.
Kembali dengan menggunakan kereta api lagi, menunggu hasil UN kembali di rumah, dengan perjalanan pulang yang puas dengan tidur dan sampai di Jakarta.
“makasih Kak atas waktu dan liburannya,” ucap Vendi.
“iya Kak, aku juga senang di ajak sama Kakak bareng kalian semua, ini pengalaman baru ku,” lanjut Laras.
“aku juga Kak, aku lebih mengenal Jogja sedikit, aku akan selalu ingat bahwa Indonesia mempunyai beragam kota yang indah,”kataku tak mau kalah.
“sama-sama semuanya, kalian berlebihan lho, kan sama-sama juga,” ucap Kak Fino.
Kami kembali ke rumah masing-masing dan beristirahat untuk memulihkan tenaga kami yang telah terkuras namun tak terasa saat melakukan aktivitasnya karena dilakukan dengan senang hati.
Menunggu pengumuman lagi di rumah, kata yang sering muncul adalah bosan namun aku lebih mencari informasi untuk universitas yang nantinya akan ku tuju. Berbagai cara ku lakukan, mulai dari cari-cari di web, facebook, dan Kak Fino pun ikut sibuk mencari informasi tersebut.
Kini pengumuman UN SMA NEGERI 33 JAKARTA akan terjadi beberapa menit lagi. Semua siswa sudah berkumpul dan bersiap-siap menunggu pengumuman itu. Dengan segala rasa yang ada di hati, siap mendengar pengumuman itu. Rasa yang sangat terlihat adalah jantung kami semua yang berdetak lebih cepat seolah di antara hidup dan mati.
Guru-guru di sekolah sudah sibuk membagikan surat yang berisikan tanda kelulusan. Semua telah memegang satu surat, mulai di bukanya satu per satu dengan bersamaan.
“kalian semua lulus 100% dari berbagai jurusan,” ucap Kepala Sekolah membuat kami sangat lega dengan perasaan kami.
“Alhamdulillah,” ucap kami serentak.
Betapa bahagianya kami telah terumumkan kelulusan kami, nilai saat ini kami belum begitu tahu karena masih di rahasiakan, namun mungkin saat ini lulus adalah kata yang di tunggu semuanya. Besok adalah hari perpisahan untuk sekolah kami, dan di situlah biasanya terumumkan untuk siswa terbaik dengan nilai UN tertinggi. Sekaligus pembagian nilai UN resmi di bagikan, karena besok bisa jadi adalah hari terakhir kami berada di sekolah ini. Kami yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi yang kami inginkan dengan maksud menggapai cita-cita kami.
Setelah pengumuman itu, sudah banyak konvoi yang berkeliaran, merayakan kelulusan mereka. Namun aku, Laras, dan Vendi lebih memilih merayakannya bersama di sebuah restoran biasa dengan mengajak Kak Fino.
“selamat yak, kalian semua lulus,” ucap Kak Fino.
“iya Kak, makasih,” jawab kami serentak.
“nggak terasa yak, besok kita perpisahan, bakalan kangen nih sama kalian,” kataku.
“iya nih, tapi di sini kita mau ngerayain kelulusan kita bukan untuk sedih-sedihan,” semangat Laras.
“iya, aku setuju tuh, gimana kalau hari ini aku yang teraktir,” ujar Vendi.
“yeee akhirnya teraktiran datang juga,” kata kami serentak.
Kami makan bersama, berbincang-bincang bersama, namun entah apa yang kami rasakan hingga tak sama sekali kami membahas kelanjutan pendidikan kami. Kami hanya meneghabiskan waktu bersama sebelum kami pisah.
“aku tak ingin berpisah dari kalian sahabat-sahabatku, kebersamaan inilah yang selalu aku rindukan jika kita berpisah, apalagi nanti mungkin kita sudah jarang lagi bisa seperti ini, dan untuk mu Ven, apa mungkin kita bisa seperti ini lagi, aku yang ingin pergi ke kota lain bukan untuk meninggalkanmu hanya saja aku yang ingin membuktikan kepadamu bahwa aku akan membuatmu bangga terhadapku,”benakku dengan melihat mereka.
Vendi merasa berbeda denganku, dia menatapku dalam-dalam seolah ingin berkata bahwa dia tahu apa yang aku rasakan.
“aku yang tak ingin berpisah denganmu, aku yang ingin terus bersamamu walaupun besok adalah hari perpisahan kita tapi itu adalah awal untuk menggapai cita-cita, setelah itu baru aku memulai lagi untukmu,” benak Vendi berkata.
Kami selesai menikmati hari ini, kembali lagi ke rumah untuk mempersiapkan semuanya untuk besok, namun besok aku akan membawa Kak Fino untuk mewakili kedua orang tuaku yang tengah sibuk dengan pekerjaan Papahku, Mamah terus menemaninya tanpa kenal lelah.
Hari perpisahanpun datang, dengan menggunakan pakaian yang tak biasanya untuk sekolah yaitu para perempuan yang harus mengenakan kebaya dan para laki-laki yang harus mengenakan kemaja beserta jasnya.
Acara ini lebih resmi, acara yang terakhir di gelar untuk angkatanku. Siswa-siswa mulai berdatangan dengan cepat karena acar akan di mulai dalam 30 menit lagi, mungkin karena repotnya perempuan berdandan jadi di beri waktu yang lebih. Aku yang memakai kebaya biru langit dan rok yang berwarna coklat keemasan dan model jilbab yang berwarna sama dengan apa yang aku kenakan.
Aku yang datang bersama Kak Fino, seolah seperti pasangan padahal hanyalah Kakak Adik yang tak terpaut jauh oleh umur. Telah terlihat oleh mataku Vendi yang membuatku terpana dengan ketampanannya.
“sungguh tampan ciptaan-Mu, dia yang tak sanggup untuk hilang dari pikiranku, dia yang selalu buatku bahagia, terima kasih Tuhan telah engkau pertemukan kami,” ucapku dalam hati sambil tersenyum terhadapnya.
Aku dan Kak Fino menghampirinya yang ternyata sudah datang pula Laras, begitu anggunya dia memakai kebaya coklat dengan model rambutnya. Kak Fino pun di buat diam terpaku olehnya, sesampainya kami berkumpul.
“Kakak dateng juga?” tanya Laras.
“dia nggak denger Ras, masih terpesona dengan kecantikanmu,” jawabku.
Hingga aku menyenggol tangan Kak Fino yang membuatnya tersadar dalam hayalannya.
“di tanyain tuh sama Laras,” kataku.
“di tanyain apa?” tanya Kak Fino.
“makanya Kakak jangan bengong aja dari tadi,” jawabku.
“aku tahu kok Kak kalau Kakak itu terpesona dengan kecantikannya,” lanjutku.
“hehe, iya hari ini kamu beda banget Ras, terlihat cantik dan anggun banget,” jelas Kak Fino tak malu lagi karena sudah menjadi pacarnya.
“ciyee Laras salting tuh sama Kakak,” ledek ku.
“ihh apa sih kama Ya,” malu-malu Laras.
“oh iya tadi kamu tanya apa sama Kakak?” tanya Kak Fino.
“Kakak dateng juga di acara ini?” tanya Laras.
“iya, nih mewakili Tya, soalnya Papah Mamah nggak bisa dateng di acara ini jadi Kakak deh yang dateng,” jelas Kak Fino.
“eh Vendi kenapa tuh diem aja?” lanjut Kak Fino.
“terpesona kali tuh sama Tya,” timpal Laras.
“mulai deh ngeledeknya,” kesalku.
“tapi liat aja tuh dia dari tadi ngelihatin kamu terus Ya,” ucap Laras.
“hehe, Tya kamu hari ini benar-benar buatku diam terpaku,” ujar Vendi keceplosan.
“eh maaf keceplosan,”lanjut Vendi buatku malu.
“haha jujur banget sih kamu Ven,” kata Kak Fino.
“sekarang Tya tuh yang salting sama Vendi,” ledek balik Laras.
Acara dimulai, sambutan demi sambutan mulai terwakili oleh para siswa dan guru serta Kepala sekolah. Inti sambutan tersebut adalah perpisahan, Kak Fino yang duduk terpisah dari kami karena Kak Fino termasuk wali murid.
Masih terlihat tatapan Vendi tersebut yang sesekali bertemu dengan ku. Aku hanya mendengarkan sambutan-sambutan tersebut dengan malu-malu saat bertemunya mata ini dengannya.
“aku nggak salah pilih kamu, kamu yang nggak pernah memperlihatkan kecantikanmu di muka umum tapi kecantikanmu hari sangat terpancar sampai kemata dan hatiku, kamu yang mempunyai kelebihan dari perempuan-perempuan lain adalah semangatmu, kamu yang lebih mementingkan cita-citamu untuk kebahagiaan orang banyak daripada kebahagiaanmu, aku rela jika terus menunggumu sampai kamu siap,” ucap Vendi dalam hati.
Pengumuman inilah yang sangat di tunggu yaitu siswa terbaik yang ada di SMA NEGERI 33 JAKARTA. Mulai dari siswa jurusan lain hingga datang di jurusan ku. Harapanku terus terlontar dalam hati untuk menaiki sebuah panggung resmi itu, sangat berharap menjadi yang terbaik diantara 3 siswa yang terpilih.
“kalian sudah siap mendengarkan siapa 3 siswa yang terbaik di jurusan IPS?” tanya Kepala Sekolah.
“siap Pak,” jawab kami kompak.
“untuk deretan ke tiga dengan rata-rata 9,5 adalah Dewi Larasati,” ucap Kepala Sekolah.
Sungguh kebanggaan untuknya dengan rata-rata yang tinggi, dengan sorakan para siswa yang meriah ,aku, Vendi, dan Kak Fino, turut bangga dengan prestasinya yang sungguh buat bahagia kami semua.
“Alhamdulillah, aku ke sana dulu yak Ya,” ucap syukurnya dan manaiki panggung itu.
“disusul dengan urutan ke dua dengan rata-rata yang tak jauh dari Laras yaitu 9,6 siapakah dia?” kata Kepala Sekolah.
Aku masih penuh harap dengan semua itu, begitupun dengan siswa lainnya yang sangat berharap bahwa dirinyalah yang akan berdiri di atas panggung itu dengan prestasinya.
“Vendi Ar-Rizky dialah peraih urutan ke duanya,” ujar Kepala Sekolah.
Sungguh kebahagiaan berlimpah diantara kami, dengan nilai rata-rata yang menakjubkan, menjadi siswa-siswa terbaik di tahun ajaran kami, di saksikan berbagai wali murid. Di susulnya Laras oleh Vendi diiringi tepuk tangan yang tak kalah meriah, tinggalah aku sendiri di bawah panggung ini. Sangat berharap dengan kesempatan ini tapi sangat kecil harapanku menjadi yang terbaik nomor satu diantara ratusan orang. Tapi semanngatku tak pupus dengan semua ini, masih berkobar ingin membagakan yang lainnya.
“aku tahu ini adalah kesempatan kecilku tapi ketika Engkau telah merencanakan ini buatku pasti akan terjadi, aku sangat berharap ini, berilah anugerah-Mu untukku,” doaku mengiringi.
“dan yang menjadi terbaik nomor satu di jurusan IPS tahun ini dengan rata-rata 9,8 yaitu Sintya Rahma,” bangga Kepala sekolah.
Sambutan dari semua hadirin sangatlah jelas, mereka semua bertepuk tangan dengan sangat meriah, berdiri menghargaiku, selamat demi selamat terlontar, aku masih terdiam tak percaya bahwa rencana-Nya sungguh indah untukku. Ku lihat Kak Fino yang mengacungkan jempolnya untukku begitupun dari Laras dan Vendi.
Sangat bahagia hari ini, dengan para sahabat aku berdiri di panggung yang menjadi sejarah untukku, menjadi siswa terbaik dan 3 siswa terbaik itu adalah aku dan para sahabatku sendiri. Lengkap sudah kebahagiaan kami semua, betapa indah hasil yang kita capai setelah kita berusaha keras selama ini. Kami bertiga berdiri sejajar sebagai siswa terbaik tahun ajaran kami yaitu 2014/2015.
“ini adalah awal dari pembuktianku untuk mu Ven, semoga kelak akan menjadi pembuktian yang nyata untuk buatmu bangga terhadapku,” ucapku dalam hati.
Acara telah selesai, kami akan mengabadikan moment ini, beberapa jepretan Kak Fino lakukan. Sungguh kejutan untuk Kak Fino, tak sia-sia dia datang menyaksikan perpisahan ini. Perpisahan bukan sekedar perpisahan biasa.
“hebat kalian bisa berdiri sama-sama jadi 3 siswa terbaik,” bangga Kak Fino.
“kita juga nggak nyangka Kak,” ujarku.
“selamat Ya, kamu jadi siswa terbaik tahun ini,” ucap Vendi menyalamiku.
“aku bangga kita semua satu panggung dengan prestasi yang saling menyaingi,” kata Laras.
“foto dulu sana kalian,” suruh Kak Fino.
Kami berfoto dengan posisi seperti di puncak Candi Borobudur namun dengan gaya yang lebih formal tapi tetap saja ada beberapa foto yang lucu, seperti memanyunkan bibir, bergaya kelinci serta loncat kebahagiaan sukses bersama.
Itu menjadi hari yang sangat menyenangkan dan melelahkan, kami bersiap-siap untuk mendaftar ke perguruan tinggi yang di inginkan. Ternyata malam hari menjadi kado tambahan untukku, aku di rekrut ke beberapa Universitas karena nilaiku tertinggi di sekolah, yaitu dari UNNES, ITB, UGM, UI, namun aku lebih memilih UGM karena memang aku yang sudah berniat untuk di UGM mengambil jurusan Sastra Indonesia. Namun pagi hari aku harus berangkat mengurusi data-data untuk masuk ke UGM dan beasiswa yang aku terima. Malam itu juga aku langsung membicarakannya bersama Kak Fino
Matahari sudah mulai terlihat saat itulah aku harus berangkat meninggalkan semuanya tanpa berpamitan dengan semuanya biarkan kami semua akan bertemu dan berkumpul lagi bersama saat kami semua telah sukses dan mengejar impian kami masing-masing.
“kamu udah siap berangkat?” tanya Kak Fino.
“udah Kak,” jawabku.
“kamu nggak mau ketemu dulu gitu sama sahabat-sahabat kamu untuk pamitan?” tanya Kak Fino meyakinkanku.
“nggak perlu Kak, lagian aku takut justru kesedihan yang nantinya akan terpancar, aku nggak mau merusak kebahagiaan mereka,” jelasku.
“yak udah yuk berangkat ke stasiun,” ajak Kak Fino.
Melangkahlah kami menuju stasiun, sesampainya masih dengan berat meninggalkan keluarga dan sahabatnya di Jakarta tapi demi cita-cita aku lakukan.
“hati-hati yak De disana, jangan sembarangan makan terus jaga kesehatan,” nasehat Kak Fino.
“Kakak juga disini harus jaga kesehatan Kakak, oh iya jaga Laras terus yak jangan berantem-berantem sama dia, aku bakalan kangen sama dia,” ucapku.
“siap, kangen juga yak sama Vendi,” timpal Kak Fino.
“udah lha kak kalau emang Tuhan mempersatukan kita pasti kita akan di satukan entah kapan waktunya,” jelasku.
“yak udah sana berangkat, keretanya mau berangkat tuh,” kata Kak Fino.
“oh iya Kak, aku titip surat ini yak Kak untuk Laras sama Vendi, bilang jangan sedih di tinggal aku, karena aku yakin kita akan kumpul nanti saat sukses, jangan pernah bilang aku di UGM sama Vendi yak Kak,” pesanku.
“kenapa sih De, Vendi nggak boleh tahu?” tanya Kak Fino.
“aku nggak mau di nyusul aku cuma gara-gara di pengin ada di sampingku, aku pengin dia tetep masuk ke Universitas yang dia inginkan untuk meraih cita-citanya,” jelasku.
“ok, kalau gitu, selamat jalan Sintya Rahma, Sukses di sana yak,” ucap Kak Fino.
“Kak Fino juga harus jadi Sarjana nanti,”pesanku.
“siap,” sanggup Kak Fino.
Ku titipkan dua surat untuk sahabatku kepada Kak Fino. Aku berangkat meninggalkan semuanya. Belajar untuk mandiri di kota masih baru dalam hidupku yaitu Jogja. Memandang kembali kota Jogja yang akan bersahabat baru denganku. Aku segera mencari tempat tinggal untuk aku tempati selama aku belajar di UGM. Mencari tempat yang tak jauh dari kampus tersebut telah ku temukan.
Beristirahat sejenak untuk menghilangkan rasa penatku, barulah aku mengurus segala keperluanku untuk beasiswa yang aku terima.
Satu minggu telah berlalu untuk memenuhi segala urusanku dan sekarang aku resmi menjadi mahasiswa UGM, namun masih satu bulan lagi untuk aku beraktivitas menjadi mahasiswa.
Selama satu bulan ini aku mengenali jalan, sekalian aku jalan-jalan santai mengenali kota Jogja ini dan kampus baruku.
Di kota lain yaitu Jakarta, Kak Fino melakukan aktivitasnya sebagai mahasiswa untuk mencapai S1 nya. Satu bulan setelah kelulusan barulah Vendi ke rumahku setelah mengurusi perguruan tingginya.
“Assalamu’alaikum,” sapa Vendi.
“Wa’alaikumsalam,” jawab Kak Fino.
“apa kabar Kak? Tya nya ada?” tanya Vendi.
“Alhamdulillah baik, kamu gimana?” tanya balik Kak Fino.
“Alhamdulillah baik Kak, oh iya Tya nya ada Kak?”
“Tya nya udah nggak ada di Jakarta, dia udah di terima di salah satu Universitas,” jelas Kak Fino.
“kapan Kak?”
“udah satu bulan yang lalu.”
“dimana?”
“nih ada surat buat kamu, baca aja soalnya dia nggak mau aku ngasih tahu ke kamu.”
“kenapa Kak?”
“karena dia nggak ganggu kamu kuliah aja.”
“makasih yak Kak suratnya.”
“sama-sama, mungkin kamu akan lebih tahu nanti setelah kamu baca surat ini.”
“iya Kak.”
“oh iya, gimana udah di terima dimana?”
“aku di UGM Kak.”
Alangkah terkejutnya Kak Fino mendengar semua itu, tak percaya jika dia tak mendengarnya sendiri tapi ini langsung Vendi yang bercerita. Tapi Kak Fino menjadi yakin kalau Vendi pasti akan menemukan ku.
“kenapa Kak? Kok kayaknya kaget gitu?” tanya Vendi.
“nggak apa-apa kok, oh iya ambil jurusan apa?” tanya balik Kak Fino.
“aku Hukum Kak, terus pengin ngembangin bakat ku di sepak bola.”
“bagus dong, semangat terus yak.”
“siap Kak, yak udah Kak aku pulang duluan.”
“nggak mau masuk dulu nih.”
“nggak usah Kak, makasih yak.”
“sama-sama.”
Sebelum Vendi ternyata Kak Fino lebih dulu memberi surat untuk Laras saat bertemu dengannya ketika Kak Fino di beri tahu bahwa Laras satu kampus dengannya.
FLASH BACK.
Saat itu Laras dan Kak Fino bertemu di sebuah kampus yaitu UImemberi kabar gembira untuk Kak Fino namun saat bersamaan pula Kak Fino memberi kabar buruk untuknya.
“Kak aku diterima di UI,” senang Laras.
“berarti satu kampus dong sama aku?” tanyanya.
“iya Kak.”
“ciyeee selamat yak, kita bisa sama-sama terus dong.”
“haha Kakak bisa aja.”
“ambil jurusan apa?”
“aku Managemen Kak.”
“kok beda banget?”
“hehe nggak apa-apa lha lagian aku pengin bisa usaha nantinya.”
“ciyee mau jadi bisnis women nih.”
“hehe, iya semoga Kak, gimana sama Tya Kak?”
“Tya udah ketrima di UGM Ras, ambil jurusan Sastra Indonesia.”
“yah kok jauh banget sih?”
“dia emang udah bermimpi disana dan Alhamdulillah dapat beasiswa disana langsung.”
“syukur lha kalau gitu, semoga bisa sukses disana.”
“amin.”
“terus gimana sama Vendi?”
“entahlah, dia nggak mau kalau Vendi tahu Universitas dia.”
“kenapa?”
“katanya sih, dia nggak mau ganggu kuliah Vendi.”
“tapi Kakak yakin kalau mereka akan di pertemukan kembali.”
“iya Kak, aku juga yakin semoga mereka akan bahagia nanti Kak.”
“doakan terus mereka.”
“pasti.”
Laras dan Kak Fino masih dalam suasana yang biasa dalam berpacaran tapi kebahagiaan selalu mengelilingi mereka.  Dan mulai saat itulah Laras mengetahui ku tak lagi di sampignya, di bukanya suratku setelah bertemu dengan Kak Fino.
“Assalamu’alaikum. Halo Laras, apa kabar? Aku harap kamu selalu baik-baik saja, jangan sedih ketika mengetahuiku tak lagi di sampingmu karena aku akan selalu ada di hatimu begitu pun kamu yang selalu ada di hatiku. Raihlah impianmu, buktikan padaku dan Kak Fino dengan prestasimu, jangan pernah lelah mengejar impianmu. Kita akan bertemu kembali nanti setelah kita sukses bersama. Aku yakin dengan itu, tunggulah sahabatku,” isi suratku untuk Laras.
“aku tak akan sedih lagi Ya, aku harap semua itu akan terjadi, kita semua akn berkumpul nanti setelah kita sukses,” ucap Laras menyemangati diri.
COME BACK.
Vendi juga memulai membuka surat dariku, dengan perlahan akhirnya goresanku mulai terlihat olehnya.
“Assalamu’alaikum. Halo Vendi gimana kabar? Aku harap kamu akan baik-baik saja, maaf telah meninggalkanmu tanpa aku berpamit. Itu bukan karena aku ingin meninggalkanmu dengan percuma hanya semata-mata untuk tak mengganggu kuliahmu. Semoga dengan tidak adanya aku, kamu akan lebih serius dengan kuliahmu. Tunjukan pada kami semua bahwa kamu akan sukses dengan cita-citamu, karena kita akan berkumpul kembali nanti setelah kita sukses bersama. Aku tak ingin kamu mengetahui Universitasku karena aku ingin kamu masuk ke Universitas yang kamu inginkan, fokuslah dalam cita-citamu, raih semua impianmu baru kita akan bertemu kembali, entah kapan waktunya tap cepat atau lambat ketika kita memang di pertemukan kembali pasti akan bertemu dan entah itu untuk di persatukan atau tidak. Tunggu kami kawan,” isi suratku untuk Vendi.
“ok Ya, aku akan raih semua mimpiku untuk banggakanmu dan yang lainnya, semoga kita akan terus bahagia dan sukses bersama-sama. Aku yakin kita semua pasti bertemu kembali dengan kesuksesan kita masing-masing,” ucap Vendi.
Kini kami akan serius dengan kuliah kami masing-masing tanpa ada kabar-kabaran lagi hanya aku dan Kak Fino serta Kak Fino dan Laras yang masih lancar untuk menanyakan kabar dan kuliahnya.
Melakukan aktivitas rutin di kampus masing-masing dengan giat, berharap semua yang kita inginkan akan tercapai. Dua tahun sudah lamanya kami tak ada komunikasi sama sekali, rindu, kangen seakan ingin keluar dari jiwa ini. Kami sudah mulai melakukan untuk awal perjuangan kami, aku yang mulai mengirimkan ceritaku untuk di terbitkan karena aku sudah membuat satu novel yang siap di terbitkan.
Kak Fino yang tinggal menyusun skripsi untuk mencapai S1nya, sedangkan Laras memulai di dunia bisnis dengan kecil-kecilan. Vendi yang telah mencapai bakatnya.
Berkali-kali aku mencoba mengirimkan namun selalu saja gagal hingga satu tahun lagi aku mencoba untuk memperbaikinya hingga di terimalah novelku di salah satu penerbitan. Betapa bahagianya aku, langsung ku kabarkan. Ucapan selamat pasti terlontar dari Kak Fino untuk ku. Menambah semangat dan kebahagiaan ini, dan inilah saatnya aku ingat untuk Vendi tapi aku urungkan untuk sementara. Tak kalah bahagia dengan ku, Kak Fino telah menyelesaikan S1 nya.
Satu bulan untuk penerbitan, sukseslah acara penerbitan itu, novel yang selama ini menceritakan Vendi telah sukses di terbitkan. Berbagai respon aku terima hingga banyak yang merasa senan dengan novelku, suka dengan novelku, dan ingin aku berkarya lagi.
Di sela-sela sibuknya kuliah aku berniat untuk melihat tim kampus ku bertanding dengan kampus lain di bidang sepak bola. Untuk menyegarkan pikiranku, bersama teman lainnya aku menonton itu, setelah selesai permainan itu aku tetabrak seseorang yang buru-buru untuk istirahat.
“eh maaf nggak sengaja, aku buru-buru nih,” ucap seseorang membantuku merapikan buku yang berserakan.
“nggak apa-apa kok, makasih yak udah bantuin,” ucapku.
“eh ini puisinya kayak aku kenal deh,” kata seseorang dalam hati melihat sebuah puisi yang berada di akhir halaman novelku.
“ini novelmu?” tanya seseorang tersebut.
Mata kami bertemu, tak asing lagi tatapan itu yang membuat kami sama-sama terkejut.
“Tya,” sapa orang tersebut yang membelalakkan matanya.
“Vendi,” kagetku.
“kok kamu ada di sini?” tanyaku.
“aku kuliah disini, kamu ngapain?” tanyanya.
“aku juga kuliah disini.”
“jadi selama ini kita satu kampus dong?”
“emang kamu ambil jurusan apa?”
“Hukum, kamu sendiri?”
“aku sastra Indonesia.”
“itu tadi novelmu?” tanya nya dengan sangat penasaran.
“iya,” jawabku singkat.
“udah di terbitin?”
“udah, satu bulan yang lalu Alhamdulillah terbit.”
“waw, hebat dong, oh iya aku penasaran sama halaman belakang tadi.”
“oh, itu puisi yang dulu pernah kita buat, masih ingat? Apa perlu aku bacain?”
“masih kok, tapi nggak apa-apa kok baca aja mengingat masa SMA dulu.”
Mengenal dengan Sederhana
Ketika ku melihatmu..
Aku mulai menemukan..
Menemukan seseorang yang lain..
Lain untuk perasaan ku sendiri..
Pikiranku masih tertuju bayanganmu..
Yang sekilas terlintas wajahmu..
Jejak setengah lingkaran mu itu..
Membuatku tenang dalam hati ini..
Aku hanya ingin mengenalmu..
Di lanjutnya oleh Vendi sampai akhirnya dua suara terpadu menjadi satu.
Mengenal dengan sangat sederhana..
Hanya ingin mengerti namamu..
Selalu melihatmu walaupun dari jauh..
Melihat senyumanmu..
Menjadi yang terpenting itu tak perlu..
Tapi ingin menjadi yang berkesan buatmu..
Mengenal dengan sederhana itu..
Cukup melihatmu bahagia..
Akan buatku bahagia juga..
“aku nggak nyangka kita bisa ketemu disini,” ucapku masih heran.
“kan kamu juga pernah bilang kalau kita emang di pertemukan kembali pasti kita akan ketemu dan buktinya sekarang kita bisa kayak gini, ketemu lagi,” jelas Vendi.
“eh kok kamu pakai baju yang sama sih kayak yang abis tanding tadi?” tanyaku.
“haha, aku kan jadi atlet sepak bola,” jelas singkatnya.
“ciyeee selamat yak udah jadi atlet.”
“haha, selamat juga udah jadi penulis.”
“berarti sama-sama dong udah melangkah maju sekarang.”
“iya, tinggal kita gapai S1nya, ok.”
“siap bos,” sanggup Vendi.
“jaiahaha,” ketawanya.
“eh baru lihat kamu ketawa lagi kayak gitu, oh iya kan sekarang kita udah lebih maju menggapai impian kita yang sederhana, mau nggak kamu jadi pacarku?” to the point Vendi.
“hah? Kita baru aja ketemu lho Ven,” kataku.
“emang kenapa?”
“yak nggak apa-apa sih.”
“mau nggak nih? Jawab dong.”
“mau nggak yah?”
“mau kok, berhubung kita udah gapai impian sederhana kita seperti novelku,” jelasku.
“beneran?”
“iya,” angguk ku.
“ciyee yang udah punya pacar,” ledeknya.
“iihhh apaan sih,” malu-maluku.
“haha malu-malu nih.”
“udah ah,” kataku mengalihkan pembicaraanku.
“oh iya ngomong-ngomong judul novelmu apa?” tanya Vendi.
“Mengenal dengan Sederhana.”
“kenapa sih kok judulnya sama kayak puisi itu?”
“karena itu semua tentang kamu.”
“tentang aku?” tanya Vendi kaget.
“iya, novelku itu semua bercerita tentang perjalanan kita selama ini,” jelasku.
“ciyeee yang diam-diam mengenalku,” ledeknya.
“hehe, semoga senang yak sama catatan sederhanaku,” ungkapku.
“pastinya udah bagus lha catatanmu kan udah id terbitkan,” dukung Vendi.
“amin,” doaku.
“berarti kalau kita udah lulus, semua kumpul lagi dong di Jakarta?”
“pastinya, sesuai dengan omonganku.”
“memang yak, nggak salah nunggu kamu,” ujar Vendi.
“aku juga nggak salah menyukaimu dari dulu,” lanjutku.
“selamat berjuang mencapai S1,” ucap kami kompak.
Pertemuan itu sekaligus menjadi hari jadi aku dan Vendi. Menjalin hubungan tanpa komunikasi sebelum lulus S1 itu yang kami lakukan. Keberhasilan itu penting dan kami akan buktikan masing-masing.
Semua itu terjadi, kami berhasil dengan apa yang kami inginkan, S1 telah kami tempuh, dengan prestasi baru lagi. Kami akan bertemu beberapa hari lagi sesuai janji kami, bertemu dan berkumpul lagi dengan kesuksesan kami masing-masing.
Hari untuk pulang ke Jakarta telah tiba, saatnya kebahagiaan menyambut kembali setelah sepinya dunia ini tanpa adanya orang yang kami sayangi di samping kami. Kami berkumpul di rumah ku untuk pertama kalinya setelah beberapa tahun menggapai impian.
“akhirnya kita kumpul lagi para sahabatku,” kangenku.
“kamu sih Ya, tiba-tiba ngilang gitu,” ucap Laras.
“eh selamat kalian udah lulus dan impian kalian udah tercapai,” bangga Kak Fino.
“Alhamdulillah Kak, kita semua berhasil, Kakak juga selamat udah bisa jadi sastrawan,” jelas Vendi.
“ciyee yang udah bertahun-tahun jadian,” ledekku.
“iya nih, udah nyampai 4 tahun lebih Alhamdulillah lancar,” kata Kak Fino.
“kalian kapan nih jadian?” tanya Laras.
“udah dong,” ujar Vendi mengagetkan semuanya.
“hah kapan? Kok nggak pernah cerita sih?” tanya Laras.
“kan kita baru aja kumpul yak pantaslah baru cerita,” jelasku.
“pasti ketemu yak di kampus?” tanya Kak Fino.
“kok Kakak tahu sih?” tanya Vendi dan aku bersamaan.
“kan Kakak tahu kalian satu kampus dan kalian bilang udah jadian pasti udah pernah ketemu kan di sana,” jelas Kak Fino.
“kenapa Kak Fino nggak bilang Tya ada di kampus yang sama kayak aku?” tanya Vendi.
“kan udah di bilang, Tya nggak mau kamu tahu,” jelas Kak Fino.
“hehe, tapi nggak apa-apa juga sih jadi kejutan juga,” senang Vendi.
“eh ceritain dong kalian kok bisa ketemu?”tanya Laras.
“jadi waktu itu kan aku lagi pengin menyegarkan pikiran dan aku sengaja pengin liat pertandingan sepak bola, setelah selesai aku pergi dan tiba-tiba ketemu deh sama Vendi, terus ngobrol-ngobrol bentar sama dia, abis itu dia langsung nembak aku deh,” jelasku.
“ooh gitu, terus kamu langsung terima?” tanya Laras.
“iya aku terima, soalnya kita udah jadi apa yang kita harapkan,” jelasku.
“syukur deh, berarti udah 1 tahun juga dong?” tanya Kak Fino.
“iya Alhamdulillah, tanpa ada komunikasi beberapa bulan sebelum nyelesaiin skripsi,” jelasku lagi.
“bagus dong, dan akhirnya kalian berhasil dengan impian kalian,” kata Laras.
“selamat De semoga kalian selalu awet tanpa ada halangan apapun,” dukung Kak Fino.
Kami lebih menghabiskan waktu untuk sharing-sharing selama kita tak bertemu, waktu 3 tahun dalam menggapai cita-cita kami telah kami gapai dengan lancar. Semuanya lengkap dengan cerita-cerita dan pengalaman yang berbeda.
Raihlah semua impian kita sebelum kita tenggelam dalam perasaan yang belum dapat kita control, ketika memang kita memilih untuk berhubungan, lakukanlah sebagai motivator dan semangat untuk terus menggapai impian kita tapi jangan terus kalah dengan perasaan galau kita. Galau yang akan membuat kita menunda kesuksesan kita. Selamat menggapai dan memperjuangkan impian kita.

THE END

Pengarang Cerita : Tri WahyuniTanggal Pembuatan : 27 September 2014